Ahad 22 Sep 2019 19:52 WIB

Demonstrasi Anti-Sisi Berlanjut di Mesir

Demonstran bentrok dengan aparat kepolisian di Pelabuhan Suez.

Rep: Kamran DIkarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi.
Foto: Reuters
Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Aksi demonstrasi yang menyerukan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi berhenti dari jabatannya berlanjut pada Sabtu (21/9). Ratusan pendemo terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di kota pelabuhan Suez. 

Ratusan massa yang melakukan aksi pawai ke pusat kota Suez untuk menyuarakan tuntutannya diadang aparat dan kendaraan lapis baja.

Baca Juga

"Mereka (pasukan keamanan) menembakkan gas air mata, peluru karet, dan amunisi hidup. Ada beberapa (orang) terluka," kata seorang pendemo, dikutip laman Aljazirah.

Seorang warga di sekitar lokasi demonstrasi mengungkapkan gas air mata begitu tebal membubung hingga mencapai blok apartemennya.

"Hidung saya mulai terbakar. Bau (gas air mata) masuk melalui balkon. Saya juga melihat beberapa pemuda berlari dan bersembunyi di jalan," ujarnya. 

Aksi yang menuntut Sisi turun dari jabatannya juga dilakukan di kota Giza dan Mahalla. Dalam beberapa video yang tersebar secara daring, para pendemo memekikkan slogan "rakyat menuntut kejatuhan rezim". 

Ada pula para demonstran yang berteriak "Tidak ada tuhan selain Allah. Sisi adalah musuh Allah!" dan "Kami tidak akan pergi! Dia (Sisi) harus pergi!". 

Diaspora Mesir di Washington DC, Amerika Serikat (AS), juga menggelar aksi di depan Gedung Putih untuk mengecam Sisi. Para pendemo meminta Presiden AS Donald Trump menyetop dukungannya terhadap Sisi. 

Aksi serupa pun digelar di New York. Puluhan warga Mesir berdemonstrasi di depan kediaman Sisi di sana. Mereka menuntut hal serupa, yakni Sisi mundur dari kursi presiden. Sisi dijadwalkan mengunjungi New York pekan ini untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB. 

Pada Jumat lalu, ribuan warga di beberapa kota di Mesir telah turun ke jalan untuk menuntut Sisi berhenti sebagai presiden. Aksi itu dilakukan setelah pengusaha Mesir yang diasingkan Mohammed Ali mengunggah sebuah video di akun Facebook-nya.  

Dalam video itu Ali menyebut Sisi dan para pembantunya menghambur-hamburkan dana publik untuk proyek-proyek keangkuhan. Dia menuding praktik korupsi di tubuh pemerintahan merajalela. Oleh sebab itu Ali mengapresiasi warga Mesir yang turun ke jalan untuk menuntut Sisi mundur dari jabatannya. 

"Saya juga terkejut seperti kalian dengan kehadiran kalian di jalan-jalan," kata Ali dalam video terbarunya yang diunggah pada Sabtu, dikutip laman Al Araby.

Dia menyerukan warga Mesir agar bergabung dalam pawai jutaan orang pada Jumat mendatang.  "Ini adalah revolusi rakyat. Kita harus terhubung bersama sebagai satu dan mengorganisasi turun ke alun-alun," ujar Ali. 

Sejak 2016, pemerintahan Sisi telah melakukan penghematan anggaran yang cukup ketat sebagai bagian dari paket pinjaman sebesar 12 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF). Sementara itu, survei menunjukkan bahwa satu dari tiga warga Mesir masih hidup di bawah garis kemiskinan. 

Mereka berpendapatan kurang dari 1,4 dolar per hari menurut data resmi yang dirilis pada Juli lalu. Taksiran lain menunjukkan angka yang lebih tinggi. 

Ketua program media dan jurnalisme di Doha Institute for Graduate Studies Mohammad Elmasry mengatakan viralnya video Ali di kalangan rakyat Mesir menimbulkan ancaman nyata terhadap Sisi. "Jutaan orang telah menonton videonya, sementara tagar anti-Sisi telah menyebar," kata dia.  

Seorang analis politik yang berbasis di Kairo, Nael Shama, sependapat dengan Elmasry. Ini adalah pertama kalinya rakyat turun ke jalan dalam beberapa tahun. "Tapi saya tidak yakin itu akan menjadi yang terakhir," kata Shama.

Mesir secara efektif melarang aksi protes di bawah undang-undang 2013 dan keadaan darurat masih berlaku penuh. Di bawah pemerintahan Sisi, otoritas Mesir telah melancarkan penumpasan luas terhadap orang-orang yang dianggap subversif. 

Tak hanya itu, pemerintahan Sisi pun telah memenjarakan ribuan aktivis, baik mereka yang berhaluan Islam maupun sekuler. Kelompok hak asasi manusia telah beberapa kali menyerukan agar para aktivis itu dibebaskan. Namun pemerintahan Sisi tak menggubrisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement