Kamis 03 Oct 2019 21:49 WIB

Palestina Bentuk Komite dari Fatah Bahas Persiapan Pemilu

Tugas komite adalah mempelajari perhelatan pemilu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
Kaum Wanita Palestina ikut shalat berjamaah di kompleks Masjidl Aqsa
Foto: Ammar Awad/Reuters
Kaum Wanita Palestina ikut shalat berjamaah di kompleks Masjidl Aqsa

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah membentuk komite dari Komite Pusat Fatah untuk membahas dan mengkaji proses penyelenggaraan pemilu di wilayah Palestina.   

"Kita akan membahas pemilu, persiapan untuk menyelenggarakannya, dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai tujuan ini," ujar Abbas dalam pertemuan internal Fatah, dikutip laman Asharq Al-Awsat, Kamis (3/10).   

Baca Juga

Anggota Komite Pusat Fatah, Samir al-Rifai, mengatakan tugas komite yang dibentuk Abbas adalah mempelajari perhelatan pemilu. 

Abbas memang menantikan rencana untuk menggelar pemilu di wilayah Palestina, termasuk di Yerusalem yang diduduki Israel dan Jalur Gaza yang dikontrol kelompok Hamas.  

Dua anggota Komite Eksekutif Fatah Ahmad Majdalani dan Wasel Abu Youssef menilai penyelenggaraan pemilu memang satu-satunya cara untuk mengakhiri perpecahan dan friksi di antara faksi-faksi Palestina, terutama Fatah dengan Hamas.   

Kepala komisi pemilu Palestina dilaporkan akan dikirim ke Gaza untuk mengadakan konsultasi dengan Hamas. Dia ditugaskan melakukan penilaian tentang kemungkinan menggelar pemilu di sana.   

Hamas telah setuju dengan usulan penyelenggaraan pemilu. Tapi mereka mensyaratkannya dengan rekonsiliasi dan dimasukannya Dewan Nasional dalam pemilu. 

Anggota Politbiro Hamas, Khalil al-Hayya, mengatakan kelompoknya menginginkan pemilu yang komprehensif. Al-Hayya sepakat bahwa pemilu berfungsi untuk menyelesaikan krisis dan masalah di internal Palestina. Oleh sebab itu Hamas siap terlibat dan berpartisipasi. 

"Kami akan mendukung pemilihan legislatif dan presiden jika diumumkan. Kami lebih suka pemilu ini diadakan setelah konsensus nasional dan kami menantang Fatah serta (Presiden) Abbas untuk mengumumkannya," kata al-Hayya. 

Kendati demikian, al-Hayya mengatakan Hamas akan mencari jaminan bahwa Fatah akan menerima hasil pemilu sepenuhnya. Sebab dia tak menghendaki masalah seperti tahun 2006 terulang kembali. Saat itu Hamas memenangkan pemilu namun Fatah menolak hasilnya. 

Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, telah mengatakan akan mendukung proses rekonsiliasi tanpa syarat untuk mengakhiri perpecahan internal antara berbagai faksi atau kelompok di Palestina. Hal itu dia umumkan setelah delapan faksi Palestina menyerukan hal tersebut pasca menggelar konferensi di Jalur Gaza pada September lalu. 

“Penerimaan Hamas atas prakarsa ini berasal dari kesadaran kami akan keadaan saat ini dan ancaman strategis nyata terhadap tujuan kami, serta keyakinan kami bahwa persatuan nasional adalah kewajiban dan kebutuhan nasional,” kata Haniyeh pada Kamis (26/9), dikutip laman Al Araby. 

Dia menilai persatuan nasional dibutuhkan untuk menghadapi pendudukan Israel. “Tidak mungkin bagi rakyat yang menderita di bawah pendudukan untuk berhasil dalam upaya pembebasannya tanpa persatuan internal yang tulus dan koheren,” ujarnya.

Pada Mei lalu, Perdana Menteri Palestina, Mohamad Shtayyeh, mengatakan pemerintahannya bersama Fatah siap untuk rekonsiliasi dengan Hamas. “Pemerintah Palestina dan gerakan Palestina Fatah siap untuk rekonsiliasi dengan Hamas,” ujar Shtayyeh. 

Menurut dia, perpecahan antara Fatah dan Hamas merupakan babak kelam dalam sejarah Palestina. “Jika perspektif kita tentang rekonsiliasi dengan Hamas berbeda, biarkan rakyat yang memutuskan melalui pemilu,” ucapnya.  

Shtayyeh meyakini bahwa pemilu adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri perpecahan Palestina. “Namun tantangan utama adalah menggelar pemilu di Yerusalem Timur yang diduduki (Israel),” kata dia. 

Fatah dan Hamas telah berselisih sejak 2007. Beberapa upaya rekonsiliasi antara kedua faksi itu sempat dilakukan, namun hal selalu berujung kegagalan. Hal itu karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai.  

Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Penandatanganan kesepakatan itu menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih.  

Saat itu Hamas akhirnya menyatakan kesiapannya memulihkan hubungan dengan Fatah tanpa prasyarat apa pun. Mereka bahkan membubarkan komite administratif yang sebelumnya bertugas untuk mengelola pemerintahan di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan agar Otoritas Palestina dapat mengambil alih tugas pemerintahan di daerah yang diblokade tersebut. 

Namun rekonsiliasi tersebut juga masih mengalami kebuntuan. Hingga saat ini Hamas masih mengontrol Jalur Gaza sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Tepi Barat. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement