Jumat 11 Oct 2019 10:48 WIB

Trump Ingin Mediasi Turki dan Pasukan Kurdi

Sesaat sebelum Turki memulai operasi militer, Trump menarik pasukan AS dari Suriah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump (kiri) bersama Duta Besar AS untuk Uni Eropa Gordon Sondland saat berada di Melsbroek Air Base di Brussels, Belgia, 10 Juli 2018. Trump menghalangi Sondland memberi kesaksian terkait pemakzulan Trump.
Foto: AP Photo/Pablo Martinez Monsivais
Presiden AS Donald Trump (kiri) bersama Duta Besar AS untuk Uni Eropa Gordon Sondland saat berada di Melsbroek Air Base di Brussels, Belgia, 10 Juli 2018. Trump menghalangi Sondland memberi kesaksian terkait pemakzulan Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berharap dapat memediasi Turki dengan pasukan Kurdi di Suriah. Saat ini Turki sedang menggelar operasi militer untuk menumpas pasukan Kurdi.

Trump mengatakan terdapat tiga opsi yang dapat diambil oleh AS. “Kirim ribuan pasukan dan menangkan secara militer, pukul Turki dengan sangat keras secara finansial dan dengan sanksi, atau menengahi kesepakatan antara Turki dan Kurdi,” ujar Trump, Kamis (10/10).

Baca Juga

Dari ketiganya, Trump cenderung memilih opsi mediasi. Sebab dia tidak berpikir rakyat Amerika ingin melihat militer AS dikirim kembali ke Suriah. Sesaat sebelum Turki memulai operasi militernya, Trump memang memutuskan menarik pasukan AS dari Suriah.

Sementara untuk sanksi, Trump mengatakan mungkin akan melakukan sesuatu yang sangat sulit sehubungan dengan hal tersebut. “Saya harap kita bisa menengahi,” ucapnya.

Trump sebelumnya telah memperingatkan Turki agar tidak bertindak di luar batas dalam memerangi pasukan Kurdi. Jika hal itu dilakukan, dia mengancam akan menghancurkan perekonomian Turki. Ancaman itu dilayangkan sebab selama ini militer AS bersekutu dengan pasukan Kurdi dalam memerangi milisi ISIS di Suriah.

Turki mulai melancarkan operasi militer di Suriah timur laut pada Rabu malam. Mereka ingin menumpas pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) dan Partai Persatuan Demokratik Suriah (PYD). Turki memandang YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Turki telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.

Sejumlah negara Arab, seperti Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), telah mengecam operasi militer tersebut. Menurut mereka, selain melanggar kedaulatan Suriah, aksi militer tersebut sangat mengancam stabilitas kawasan.

Mesir telah meminta Liga Arab untuk menggelar sidang darurat untuk membahas operasi militer Turki. Sidang dijadwalkan diselenggarakan pada Sabtu (12/10).

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement