Ahad 13 Oct 2019 09:27 WIB

Warga Ekuador Dilarang Keluar Rumah Mulai Pukul 15.00

Imbas protes memburuk, Ekuador berlakukan jam malam.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran diminta pergi dari taman El Arbolito di Quito, Ekuador, Sabtu (12/10). Ekuador memberlakukan jam malam imbas kericuhan akibat protes.
Foto: AP Photo/Fernando Vergara
Demonstran diminta pergi dari taman El Arbolito di Quito, Ekuador, Sabtu (12/10). Ekuador memberlakukan jam malam imbas kericuhan akibat protes.

REPUBLIKA.CO.ID, QUITO -- Ibu kota Ekuador dihantam gelombang unjuk rasa selama 10 hari akibat dari diakhirinya subsidi untuk bahan bakar. Atas kondisi yang terus memburuk, Presiden Ekuador Lenin Moreno menerapkan jam malam di Quito.

"Kami akan memulihkan ketertiban di seluruh Ekuador. Kami mulai dengan jam malam di Quito," kata Moreno.

Baca Juga

Pemberlakuan jam malam ini akan didukung oleh militer Ekuador. Masyarakat tidak boleh berkeliaran sejak pukul 15.00 waktu setempat.

Pengumuman jam malam ini terlihat tergesa-gesa karena dilakukan 30 menit sebelum waktu yang ditetapkan. Kondisi ini membuat pengunjuk rasa yang berada di jalan kesulitan kembali dengan waktu yang sangat terbatas.

Sebelum jam malam diberlakukan, pusat kota Quito menyerupai zona perang ketika gas air mata di jalanan berserakan dengan batu bata. Kebakaran kecil terjadi dan sekelompok orang berkerumun di balik tembok dan barikade darurat untuk perlindungan.

TV Ekuador menunjukkan gambar-gambar kantor pengawas keuangan yang diselimuti asap. Kantor pengawas keuangan Ekuador dibakar dan jalan akses ke bandara Quito diblokir.

Sebanyak lima orang meninggal dunia dalam kerusuhan sejak protes dimulai pada 3 Oktober. Lebih dari 1.100 orang telah ditangkap dan hampir 1.000 terluka.

Moreno memindahkan pusat pemerintah dari Quito ke kota pesisir Guayaquil awal pekan ini untuk menghindari kekerasan. Jam malam diharapkan menekan kekerasan dari ekstremis yang diduga menyusup pada aksi unjuk rasa.

Selain penerapan jam malam, pemerintah pun mencoba melakukan dialog dengan kelompok masyarakat adat di Ekuador, Conaie yang telah memimpin protes selama lebih dari satu pekan. Mereka menerima pembicaraan langsung dengan Moreno dan menjadi tanda penyelesaian perselisihan.

Dalam pesan yang disiarkan televisi, Moreno berterima kasih kepada para pemimpin adat karena menyetujui pembicaraan. Dia memilih bungkam tentang tuntutan unjuk rasa yang meminta pengembalian subsidi yang telah dicabut.

Ombudsman Ekuador Freddy Carrion yang telah memantau konflik selama ini mencoba mendorong dialog. Dia mengatakan, pengumuman jam malam bisa berakibat pada dialog yang telah disetujui.

"Langkah ini terlihat seperti upaya putus asa oleh pemerintah yang hanya akan memperburuk kekerasan," kata Carrion.

Carrion merekomendasikan Moreno segera menangguhkan pemotongan subsidi. "Ini satu-satunya cara untuk mengurangi kekerasan di kedua sisi," katanya.

Sebelumnya, salah satu pemimpin Conaie mengatakan kepada saluran TV Ecuavisa syarat untuk perundingan yang perlu dipenuhi salah satunya berada di tempat umum dan menyiarkannya secara luas. "Kami tidak akan berbicara di balik pintu tertutup. Itu harus dengan rakyat Ekuador. Harus ada layar besar sehingga setiap input kecil dari anggota kami dapat didengar," ujar Leonidas Iza.

Wali Kota Quito Jorge Yunda mengatakan, pemerintah Moreno telah memutuskan menganalisis pemotongan subsidi bahan bakar. Sebelumnya, presiden teguh menolak mencabut undang-undang tersebut, mempertahankannya sebagai bagian dari upayanya untuk mengendalikan defisit fiskal setelah menandatangani kesepakatan pinjaman senilai 4,2 miliar dolar AS dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement