Selasa 15 Oct 2019 16:30 WIB

Presiden Trump Jatuhkan Sanksi Terhadap Turki Atas Invasi Militernya

Donald Trump menyampaikan pengumuman sanksi terhadap Turki

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/M. Balce Ceneta
picture-alliance/dpa/M. Balce Ceneta

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump Selasa (15/10) menyampaikan pengumuman sanksi terhadap Turki atas invasi militernya ke Suriah. Trump menyatakan bahwa pemerintahannya menjatuhkan sanksi kepada tiga Menteri dan Departemen Pertahanan dan Kementerian Energi Turki, serta membatalkan negosiasi perdagangan senilai 100 miliar dolar AS.

Tak hanya itu, Trump juga menjatuhkan sanksi dagang berupa kenaikan tarif baja sebesar 50% terhadap Turki.

"Saya sangat siap untuk menghancurkan ekonomi Turki, jika para pemimpinnya terus menempuh jalan berbahaya dan destruktif seperti ini,” ujarnya.

Sebelumnya Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan kepada wartawan hari Senin (14/10), Washington "sama sekali tidak akan mentolerir lagi invasi militer Turki ke Suriah". Pence menambahkan, Presiden Trump telah membahasnya melalui telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

“Presiden Trump menyampaikan kepada Presiden Erdogan dengan sangat jelas bahwa Amerika ingin Turki segera menghentikan invasi militernya, dan segera melakukan gencatan senjata serta mulai bernegosiasi dengan pasukan Kurdi di Suriah untuk mengakhiri semua ini,” ujar Pence.

Menurut Pence, AS akan terus meningkatkan sanksi, jika Turki tidak segera melakukan gencatan senjata, bernegosiasi dan mengakhiri kekerasan.

Sementara Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menambahkan, sanksi ini pasti merugikan Turki yang ekonominya memang sedang melemah.

Baca juga: Kecam Invasi Militer Turki di Suriah, Uni Eropa Gagal Sepakati Embargo Senjata

Tarik pasukan militer dari Suriah, Trump tuai kritik

Sebelumnya, langkah Trump menarik pasukan militernya dari Suriah dikritik banyak pihak karena dianggap berpotensi membangkitkan kembali kelompok Islamic State (IS) di Suriah.

Namun Trump mengatakan, walau ia telah menarik sekitar 1.000 pasukan militernya dari Suriah, mereka akan tetap bersiaga di Timur Tengah untuk "memantau situasi" dan mencegah kebangkitan IS.

Trump mengatakan penarikan tentara militernya belum diketahui untuk berapa lama. Namun melalui serangkaian cuitan di Twitter, Trump menyampaikan bahwa penarikan militer AS tidak akan melemahkan keamanan dan kredibilitas negaranya.

Trump menampik kritik yang dialamatkan kepadanya atas tindakan penarikan militer AS dari Suriah sebagai bentuk pengkhianatan terhadap pasukan Kurdi.

“Siapapun yang ingin membantu Suriah, melindungi orang Kurdi, tidak jadi masalah bagi saya. Apakah itu Rusia, Cina atau Napoleon Bonaparte,” ujarnya.

Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, mengatakan akan melakukan perjalanan ke markas besar NATO di Brussels, minggu depan, untuk mendesak sekutu Eropa menempuh langkah ekonomi dan diplomatik terhadap Turki.

Esper menambahkan, invasi militer Turki di Suriah Utara sangat ditentang oleh militer AS, karena berisiko menimbulkan konflik yang lebih luas. Maka sebanyak 200 tentara AS akan tetap ditempatkan di pangkalan militer Tanf, di dekat perbatasan Yordania, Suriah selatan.

Semua berawal dari invasi militer Turki

Kejadian bermula, saat Turki memulai invasi militernya terhadap pasukan Kurdi di Suriah, yang mereka anggap sebagai teroris.

Tak lama, Senin (14/10), pemerintah Suriah mengerahkan pasukan militernya menuju utara di wilayah perbatasan, untuk berjaga-jaga terhadap potensi bentrokan karena serangan militer Turki ke wilayah Suriah.

Menurut Trump, invasi Turki ini menimbukan masalah krisis kemanusiaan dan berpotensi meningkatkan lebih banyak serangan.

“Serangan militer Turki membahayakan warga sipil dan mengancam perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan itu,” cuitnya lewat Twitter.

Simpatisan IS kabur ditengah invasi militer

Ratusan simpatisan IS diberitakan melarikan diri dari penampungan di Suriah, di tengah bentrokan antara invasi militer Turki dan Kurdi. Pengamat mengatakan hal ini berpotensi membangkitkan ISIS. Padahal beberapa bulan lalu Trump mengeluarkan pernyataan bahwa kelompok ekstrimis berhasil dikalahkan.

Sebelumnya, dalam komunikasi via telepon antara Trump dan Komandan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Mazloum Kobani, terjadi kesepatakan bahwa kedua belah pihak akan terus memerangi ISIS.

Pemimpin Mayoritas Senat, Mitch McConnell, yang biasanya setia mendukung Trump justru berkata sangat prihatin oleh insiden di Suriah dan kebijakan Trump sejauh ini. Dalam sebuah pernyataan, McConnell menambahkan penarikan tentara militer AS dari Suriah akan menciptakan kembali ketidakstabilan, yang telah berusaha diredam selama ini serta berpotensi membangkitkan ISIS.

Penarikan tantara militer dari Suriah akan menciptakan kekosongan keamanan yang rentan di eksploitasi oleh Iran dan Rusia dan bisa berdampak buruk bagi kepentingan strategis AS.

Ed: pkp/hp (ap)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement