Jumat 18 Oct 2019 08:10 WIB

Menhan Turki Bantah Miliki Senjata Kimia

Kurdi meningkatkan kampanyenya melalui media sosial terhadap operasi militer Turki.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Asap mengepul dikejauhan akibat roket yang ditembakkan Turki ke arah Ras al-Ayn, Suriah, Selasa, (15/10)
Foto: Ugur Chan/DHA via AP
Asap mengepul dikejauhan akibat roket yang ditembakkan Turki ke arah Ras al-Ayn, Suriah, Selasa, (15/10)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menegaskan militer Turki tidak memiliki senjata kimia dalam inventarisasinya, Kamis (17/10). Hal ini disampaikan Akar untuk membalas tudingan pihak di media sosial yang kontra dengan langkah militer operasi Turki di Suriah utara

Akar menyampaikan bantahan ini selama selama pertemuannya dengan Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O'Brien di ibu kota Turki, Ankara. Bahkan menurut Akar, semua orang tentu mengetahui ketidakpunyaan Turki atas senjata tersebut.

Baca Juga

"Semua orang tahu fakta ini," kata dia sebagaimana dilansir dari kantor berita Turki, Anadolu Agency, Jumat (18/10).

Akar juga menyatakan, ada informasi kelompok milisi Kurdi akan menyerang warga sipil. Selain itu, dia menekankan, juga ada klaim ancaman ISIS masih ada di mana ini menjadi upaya untuk menciptakan persepsi.

Laporan Anadolu menyebut pendukung milisi Kurdi telah meningkatkan kampanyenya melalui media sosial terhadap operasi antiteror Turki yang sedang berlangsung di Suriah utara. Akun-akun medsos itu mengunggah foto, video, dan informasi palsu untuk menyalahkan Turki karena menggunakan senjata kimia.

Turki pada 9 Oktober lalu meluncurkan operasi militer yang disebut Operation Peace Spring. Operasi tersebut untuk melenyapkan kelompok teror dari Suriah utara demi mengamankan perbatasan Turki, membantu pengembalian yang aman bagi para pengungsi Suriah, dan memastikan integritas teritorial Suriah. Dalam lebih dari 30 tahun kampanye terornya melawan Turki, PKK, yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa, bertanggung jawab atas kematian 40 ribu orang, termasuk wanita, anak-anak dan bayi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement