Jumat 18 Oct 2019 08:17 WIB

China Gunakan Keluarga Ancam Aktivis Uighur di Eropa

Keluarga warga Uighur di Eropa bahkan dipaksa menjadi mata-mata.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Uighur
Foto: EPA/Diego Azubel
Muslim Uighur

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Dua hari setelah duduk di parlemen Jerman dalam sidang terkait hak asasi manusia aktivis Uighur, Abdujelil Emet menerima telepon dari saudari perempuannya. Itu telepon pertama mereka sejak bertahun-tahun.

Telepon itu berasal dari Xinjiang, China barat. Tidak ada hal yang aneh kecuali percakapan yang membahagiakan. Sampai akhirnya Emet berbicara langsung dengan petugas keamanan China. Ternyata telepon itu upaya untuk membungkam kritik kebijakan Beijing terhadap jutaan orang Uighur di Xinjiang.

Baca Juga

Awalnya, saudari Emet mulai memuji-muji partai Komunis dan mengklaim kehidupan mereka di sana lebih baik. Lalu ia menyampaikan kabar mengejutkan. Saudara laki-laki Emet telah meninggal dunia satu tahun yang lalu. Tapi sejak awal Emet sudah mulai curiga.

Laki-laki berusia 54 tahun itu tidak pernah memberikan nomor teleponnya kepada keluarganya. Di tengah kabar mengharukan, tiba-tiba Emet mendengar suara bisikan. Ia meminta untuk dapat berbicara dengan suara tak dikenal itu.

Telepon pun diserahkan ke petugas keamanan China yang menolak menyebutkan namanya. Pada akhir percakapan saudari Emet menangis memintanya mengakhiri kegiatannya mengkritik Beijing. Petugas keamanan China itu mengambil telepon dari tangan saudari Emet dan memberi peringatan terakhir.

"Anda tinggal di luar negeri, tapi Anda harus memikirkan keluarga Anda saat Anda berkeliling melakukan kerja aktivisme Anda di Jerman, Anda harus memikirkan keamanan mereka," kata petugas itu, seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (18/10).

Dalam wawancara dengan belasan Uighur yang tinggal di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, kisah ancaman bukan hal aneh. Uighur yang tinggal di Jerman, Belanda, Finlandia, Swedia, dan Prancis mengatakan mengalami kejadian serupa. Keluarga mereka di Xinjiang diancam dan beberapa diantaranya dipaksa menjadi mata-mata.

Lebih dari satu juta Muslim Uighur dan kelompok masyarakat minoritas lainnya ditahan dalam sebuah kamp pengasingan. Menurut PBB, beberapa laporan mengatakan jumlahnya hampir tiga juta orang.

Emet yang berasal dari Aksu di Xinjiang telah tinggal di Jerman selama lebih dari dua dekade dan dinaturalisasi ke negara itu. Ia juga relawan di World Uyghur Congress serta imam masjid di komunitasnya. Ia tidak pernah memberitahu aktivitasnya ke keluarganya dengan harapan hal itu akan melindungi mereka.

"Saya tidak akan tetap bungkam dan pemerintah China harusnya tidak menggunakan keluarga saya untuk mengancam saya. Saya sudah jelaskan di telepon, jika mereka melukai keluarga saya, saya akan berbicara lebih keras lagi dan menjadi masalah besar bagi pemerintah," kata Emet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement