Selasa 22 Oct 2019 07:48 WIB

Warga Cile Kembali Turun ke Jalan

Warga Cile memprotes tingginya biaya hidup.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Water cannon polisi memadamkan barikade yang dibakar demonstran di stasiun kereta bawah tanah Santa Lucia di Santiago, Cile, Jumat (18/10).
Foto: AP Photo/Esteban Felix
Water cannon polisi memadamkan barikade yang dibakar demonstran di stasiun kereta bawah tanah Santa Lucia di Santiago, Cile, Jumat (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO -- Ribuan warga Cile membanjiri alun-alun pusat kota Santiago. Di tengah kerusuhan, penjarahan dan bentrok antara pengunjuk rasa sebelumnya dan polisi, warga Cile memprotes tingginya biaya hidup.

Sampai saat ini kerusuhan di Cile telah menewaskan 11 orang. Hal itu memicu Presiden Sebastian Pinera mendeklarasikan Cile sedang 'berperang' melawan pelaku vandalisme.

Baca Juga

Sebagian jaringan metro dan bus sudah kembali beroperasi dan digunakan orang-orang yang memilih bekerja dibandingkan demonstrasi. Sebagai salah satu negara yang paling stabil di Amerika Latin, kerusuhan pekan ini sangat mengguncang Cile.

Krisis dimulai ketika siswa dan mahasiswa memprotes kenaikan tarif transportasi publik. Tapi pada akhirnya mencerminkan kemarahan rakyat Cile atas ketimpangan yang terjadi di negeri mereka. Mahalnya biaya kesehatan, pendidikan, dan buruknya sistem jaminan pensiun juga memicu kerusuhan.

Para pengunjuk rasa di alun-alun Santiago memukul-mukul drum dan panci. Mereka meniupkan peluit dan melambai-lambaikan poster dan spanduk, meminta Pinera untuk mundur. Sebagian besar pengunjuk rasa adalah anak-anak muda dan melakukan aksinya dengan damai.

"Pinera, dengar! pergi ke neraka sana!" teriak kerumunan massa, Selasa (22/10).

Mereka memenuhi Plaza Italia, Santiago dan membanjiri jalanan. Tentara dan polisi hanya mengawasi jalannya unjuk rasa di sisi jalan. Suara gemuruh helikopter di udara juga terdengar. Pembuat film yang ikut demonstrasi Jose Jimenez mengatakan sulit untuk memprediksi apa yang terjadi selanjutnya.

"Ada sesuatu yang rusak, pemerintah telah memperlihatkan sendiri bahwa sungguh tidak kompeten dan sampai akhirnya ada cara menanggapi atau mengekang situasi ini saya pikir ini hanya akan terus tumbuh," kata Jimenez.

Camila Tapia mahasiswa 23 tahun dari pemukiman kumuh La Pintana, Santiago juga ikut dalam demonstrasi itu. Tapia mengatakan ia mewakili orang tuanya mantan pekerja kasar.

"Saya di sini karena orang tua saya dan karena putra saya, karena kami tidak bisa menerimanya lagi, kami muak dengan ketidakadilan, dan itu dalam semua hal; kesehatan, pendidikan, perumahan," kata Tapia. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement