Rabu 23 Oct 2019 12:51 WIB

Turki tak Lanjutkan Operasi Militernya di Suriah

Turki menyebut operasi baru tak diperlukan karena pasukan Kurdi telah hengkang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Tentara oposisi Suriah yang didukung Turki mengendarai kendaraan bersenjata di Akcakale, Sanliurfa, tenggara Turki, Jumat (18/10).
Foto: AP Photo/Mehmet Guzel
Tentara oposisi Suriah yang didukung Turki mengendarai kendaraan bersenjata di Akcakale, Sanliurfa, tenggara Turki, Jumat (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki mengatakan tak akan melanjutkan operasi militernya di Suriah. Menurutnya, hal itu tidak atau belum diperlukan karena pasukan Kurdi telah hengkang dari wilayah perbatasannya. 

"Pada tahap ini tidak perlu melakukan operasi baru," kata Kementerian Pertahanan Turki dalam sebuah pernyataan pada Rabu (23/10), dikutip laman Al Araby. 

Baca Juga

Pada Selasa malam, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo memberitahu Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu bahwa pasukan Kurdi telah mundur dari wilayah perbatasan negaranya. Pejabat militer AS juga telah menginformasikan hal itu pada militer Turki. 

Pengumuman tentang penghentian operasi militer muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Sochi pada Selasa. Mereka sepakat untuk memastikan pasukan Kurdi mundur dari wilayah perbatasan Turki-Suriah. Ankara dan Moskow akan melakukan patroli bersama di sana. 

Erdogan memuji kesepakatan yang telah dicapainya dengan Putin. Menurutnya, itu menjadi perjanjian bersejarah. "Menurut perjanjian ini, Turki dan Rusia tidak akan mengizinkan agenda separatis apa pun di wilayah Suriah," ujar Erdogan. 

Menurut dia, Turki dan Rusia juga akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan terhadap infiltrasi teroris. Kedua belah pihak akan menciptakan mekanisme bersama guna mengoordinasikan kesepakatan yang telah tercapai. 

Rusia diketahui merupakan sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad. Sebelum bertemu Erdogan, Putin telah mengutarakan keprihatinan atas operasi militer Turki di Suriah. 

Dalam sebuah percakapan telepon pekan lalu, Putin menekankan pada Erdogan tentang pentingnya menghindari konfrontasi militer dengan pasukan Suriah. Pada kesempatan itu, Putin mengundang Erdogan untuk berkunjung ke negaranya. 

Erdogan mengatakan setelah mencapai kesepakatan dengan AS pekan lalu, pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) mulai menarik diri dari wilayah perbatasan Turki-Suriah. "Kita berbicara tentang 700 hingga 800 (pasukan YPG) yang telah menarik diri dan sisanya, sekitar 1.200 - 1.300 sedang melanjutkan penarikan," kata dia saat hendak bertolak ke Sochi, Rusia.

Erdogan menegaskan semua pasukan YPG harus hengkang dari zona aman sejauh 32 kilometer dari perbatasan Turki-Suriah. "Proses tidak akan berakhir sebelum mereka pergi," ujarnya. 

Jika kesepakatan yang telah dicapai dengan AS tak dilaksanakan, Turki, kata Erdogan, akan melanjutkan operasi militernya. "Kali ini dengan tekad yang lebih besar," kata dia. 

Ia mengatakan Turki dapat menerima keberadaan pasukan Suriah di sekitar perbatasannya. Hal itu dapat diterima selama pasukan YPG hengkang dari sana.

Kesepakatan gencatan senjata memang tercapai setelah Turki menjalin pembicaraan dengan AS pada Kamis pekan lalu. Kedua negara sepakat memberi waktu 120 jam bagi pasukan Kurdi, termasuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF) untuk mengosongkan zona aman sejauh 32 kilometer di wilayah perbatasan Turki-Suriah.

SDF yang turut menjadi target operasi militer Turki merupakan sekutu utama AS dalam memerangi ISIS di Suriah. Washington memberikan pelatihan dan memasok persenjataan kepada para personel SDF. Turki memandang SDF, yang memang dipimpin Kurdi, terafiliasi dengan YPG. Ankara telah melabeli YPG sebagai kelompok teroris karena melancarkan pemberontakan terhadapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement