Senin 21 Oct 2019 19:12 WIB

Lebanon Potong Setengah Gaji Presiden untuk Redakan Krisis

Rakyat Lebanon menuntut pemerintah mengakhiri korupsi yang merajalela.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Lebanon Michel Aoun (tengah) memimpin rapat kabinet di istana negara di Baabda, timur Beirut, Lebanon, Senin (21/10). Pemerintah mengajukan rencana reformasi untuk mengatasi protes dan krisis ekonomi.
Foto: Dalati Nohra via AP
Presiden Lebanon Michel Aoun (tengah) memimpin rapat kabinet di istana negara di Baabda, timur Beirut, Lebanon, Senin (21/10). Pemerintah mengajukan rencana reformasi untuk mengatasi protes dan krisis ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Kabinet Lebanon diperkirakan akan menyetujui rencana reformasi, termasuk pemotongan 50 persen gaji presiden saat ini dan sebelumnya, Senin (21/10). Langkah ini menjadi upaya meredakan krisis ekonomi dan protes yang telah berjalan selama lima hari.

Rencana reformasi mencakup mengurangi separuh gaji para menteri dan anggota parlemen, serta pengurangan tunjangan bagi lembaga dan pejabat negara. Paket ini juga meminta bank sentral dan bank swasta menyumbang 3,3 miliar dolar AS untuk mencapai hampir nol defisit untuk anggaran 2020. Pemerintah juga berencana memprivatisasi sektor telekomunikasi dan merombak sektor listrik yang mahal dan berantakan yang menyebabkan keuangan negara terkuras.

Baca Juga

Pemimpin kabinet koalisi Hariri memberikan tenggat waktu hingga 72 jam kepada pemerintahan yang berselisih untuk menyetujui rencana reformasi. Dengan permintaan itu, dia pun mengisyaratkan mungkin akan mengajukan pengunduran diri yang memang sudah digaungkan oleh para pemimpin serikat hingga politisi.

Para pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di hari kelima demonstrasi. Unjuk rasa dipicu oleh kondisi ekonomi yang melumpuhkan. Mereka menyalurkan kemarahan atas tuduhan korupsi kepada para elite politik yang telah membawa Lebanon ke dalam krisis.

Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri pun telah menyetujui paket reformasi dengan mitra pemerintahnya pada Ahad. Keputusan ini untuk mengatasi krisis yang telah menyebabkan ratusan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan.

Protes telah menyebar ke seluruh negeri sejak Kamis. Bank ditutup pada Senin dan serikat buruh utama mogok, mengancam kelumpuhan lebih lanjut. "Pesan kepada para politikus jangan pernah meremehkan kekuatan rakyat karena begitu mereka bersatu mereka akan meledak, secara damai,” kata seorang wirausahawan sosial yang membantu mengatur pembersihan Hiba Dandachli.

Pemerintah dijadwalkan akan melakukan pertemuan di istana presiden di Baabda, pinggiran kota Beirut pada pukul 10.30 waktu setempat. Sedangkan di pusat kota Beirut, tempat protes terbesar, orang-orang bersiap untuk demonstrasi hari berikutnya.

"Jika kita mendapatkan reformasi, untuk awalnya itu baik, untuk menenangkan badai, orang-orang marah, tetapi, dalam jangka panjang, saya tidak tahu apakah itu akan membuat perubahan," kata pelatih sepak bola yang membantu membersihkan tempat protes di Beirut Rida Jammoul.

Protes menuntut pemerintah mengakhiri korupsi yang merajalela. Demonstran menyatakan, para pemimpin negara telah menggunakan posisi mereka untuk memperkaya diri mereka selama beberapa dekade melalui kesepakatan dan sogokan yang menguntungkan.

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pekan lalu, krisis Lebanon  membutuhkan langkah-langkah penghematan besar, seperti kenaikan pajak dan retribusi bahan bakar. Ekonomi Lebanon hanya mengalami pertumbuhan 0,3 persen sejak tahun lalu. IMF mengatakan reformasi diperlukan untuk membendung defisit yang membengkak dan utang publik yang diperkirakan mencapai 155 persen dari PDB pada akhir tahun.

Pejabat pun memutuskan menaikkan pajak, termasuk rencana pengenaan biaya pada panggilan telepon melalui aplikasi Whatsapp sebesar 0,2 dolar AS. Atas keputusan itu warga turun ke jalan melayangkan protes besar-besaran dan terus bertumbuh hingga membuat ekonomi negara semakin terpuruk.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement