Jumat 08 Nov 2019 14:25 WIB

Mahasiswa Hong Kong yang Jatuh Saat Protes Meninggal

Kematian Chow diperkirakan akan memicu protes baru.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ani Nursalikah
Seorang polisi mengacungkan senjata pengendali kerumunan ke arah demonstran di Hong Kong.
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Seorang polisi mengacungkan senjata pengendali kerumunan ke arah demonstran di Hong Kong.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Seorang mahasiswa di sebuah universitas Hong Kong yang jatuh selama protes pada akhir pekan meninggal, Jumat (8/11) dini hari. Ini merupakan kematian mahasiswa pertama selama demonstrasi antipemerintah yang telah mengguncang kota tersebut.

Otoritas Rumah Sakit mengonfirmasi Chow Tsz-lok (22 tahun), seorang mahasiswa S1 di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong meninggal karena cedera. Kematian Chow diperkirakan akan memicu protes baru, kemarahan dan kebencian terhadap polisi.

Baca Juga

Kepolisian saat ini sudah berada di bawah tekanan besar di tengah tuduhan penggunaa kekuatan yang berlebihan saat kota itu mengalami krisis politik terburuk dalam beberapa dekade. Para demonstran telah memadati rumah sakit selama minggu ini untuk berdoa bagi Chow.

Mereka meninggalkan bunga dan ratusan pesan lekas sembuh di dinding dan papan pengumuman di dalam gedung. Para siswa juga mengadakan demonstrasi di universitas-universitas di seluruh bekas jajahan Inggris.

"Bangun segera. Ingat kita perlu bertemu di bawah LegCo. Masih ada banyak hal untuk kamu alami dalam hidupmu," kata satu pesan, merujuk pada Dewan Legislatif wilayah itu, salah satu target demonstrasi.

Para pelajar dan anak muda berada di garis depan dari ratusan ribu orang yang turun ke jalan sejak Juni lalu untuk mendesak demokrasi yang lebih besar. Salah satu di antara tuntutan lainnya yakni melakukan unjuk rasa menentang campur tangan orang China di pusat keuangan Asia tersebut.

Kronologi Chow terluka masih belum jelas, tetapi polisi mengatakan dia diyakini jatuh dari satu lantai ke lantai lain di tempat parkir selama akhir pekan kerumunan operasi pembubaran di sebuah distrik di timur semenanjung Kowloon. Protes dipicu oleh RUU ekstradisi yang sekarang sudah dihilangkan untuk orang-orang yang akan dikirim ke China daratan untuk diadili, telah berkembang menjadi seruan yang lebih luas untuk demokrasi. Ini merupakan salah satu tantangan terbesar bagi Presiden China Xi Jinping sejak ia memimpin pada 2012.

Para pengunjuk rasa telah melemparkan bom bensin dan merusak bank, toko, dan stasiun metro, sementara polisi menembakkan peluru karet, gas air mata, meriam air dan, dalam beberapa kasus, amunisi langsung di tempat-tempat kekacauan. Pada Juni, Marco Leung (35 tahun) meninggal karena jatuh dari bangunan setelah membentangkan spanduk melawam RUU ekstradisi. Beberapa anak muda yang bunuh diri dalam beberapa bulan terakhir telah dikaitkan dengan protes besar ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement