Senin 11 Nov 2019 07:54 WIB

Presiden Venezuela Tentang Kudeta Terhadap Morales

Morales melepaskan jabatan setelah berminggu-minggu protes.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro saat peringatan Angostura Discour Bicentennial di Ciudad Bolivar, Venezuela (15/2).
Foto: EPA
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro saat peringatan Angostura Discour Bicentennial di Ciudad Bolivar, Venezuela (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengutuk kudeta terhadap sekutu sayap kiri Presiden Bolivia Evo Morales, Ahad (10/11). Pernyataan itu keluar setelah Presiden Bolivia mengumumkan akan mengundurkan diri menyusul dorongan dari banyak pihak untuk melepaskan jabatannya.

"Kami dengan tegas mengutuk kudeta yang terwujud terhadap saudara presiden kami," kata Maduro melalui akun Twitter.

Baca Juga

Pengunduran diri Morales kemungkinan akan mengirimkan gelombang kejutan di seluruh wilayah pada saat para pemimpin berhaluan kiri telah kembali berkuasa di Meksiko dan Argentina. "Warisannya akan dikompromikan dan wilayah itu akan menderita dampak lain dengan konsekuensi jauh di luar Bolivia," kata direktur pelaksana penasehat risiko Cefeidas Group Juan Cruz Diaz, merujuk pada Argentina, Cile, Peru, Paraguay, dan Brasil.

Morales melepaskan jabatan sebagai kepala negara setelah berminggu-minggu protes yang terjadi atas hasil pemilihan 20 Oktober. Sengketa suara yang memenangkannya kembali justru mengguncang negara Amerika Selatan itu.

"Saya mengundurkan diri, mengirim surat pengunduran diri saya ke Majelis Legislatif," kata Morales.

Keputusan itu dibuat setelah laporan dari Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) atau lembaga melakukan audit suara dari pemilihan 20 Oktober menyatakan terjadi penyimpangan serius dalam pemilihan. Ketika laporan audit keluar dari Bolivia, dukungan Morales hancur pada saat itu juga.

Beberapa sekutunya mengundurkan diri, termasuk Menteri Pertambangan Cesar Navarro dan Wakil Presiden Dewan Victor Borda, yang menjadi anggota partai Morales. Mereka sama-sama menyebutkan rasa takut akan keselamatan keluarga sebagai alasan untuk mundur.

Pemimpin Pusat Pekerja Bolivia Juan Carlos Huarachi, serikat pro-pemerintah yang kuat, mengatakan, Morales harus mundur jika itu akan membantu mengakhiri kekerasan baru-baru ini. Dalam beberapa hari terakhir pasukan polisi juga terlihat bergabung dengan protes anti-pemerintah, sementara militer mengatakan tidak akan menghadapi rakyat karena masalah ini.

Kantor jaksa agung juga mengumumkan telah memerintahkan penyelidikan atas kasus itu. Keputusan ini dengan tujuan menuntut para anggota badan pemilihan dan orang lain yang bertanggung jawab atas penyimpangan.

Kepala angkatan bersenjata Bolivia Jenderal Williams Kaliman mengatakan, militer telah diminta untuk mundur dalam membantu memulihkan stabilitas setelah berpekan-pekan terjadi protes.

"Kami menyarankan Presiden Negara untuk membatalkan mandat presidennya, memungkinkan perdamaian dipulihkan dan stabilitas dipertahankan untuk kebaikan Bolivia," kata komandan angkatan bersenjata Bolivia itu, sesaat sebelum Morales mengumumkan pengunduran dirinya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement