Jumat 08 Nov 2019 17:29 WIB

Seribu Demonstran Hong Kong Protes Kematian Mahasiswa

Peristiwa korban jiwa pertama kali ini memicu kemarahan terhadap pihak berwenang.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Pengunjuk rasa memegang foto demonstran Chow Tsz-Lok yang meninggal karena jatuh di Hong Kong, Jumat (8/11).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Pengunjuk rasa memegang foto demonstran Chow Tsz-Lok yang meninggal karena jatuh di Hong Kong, Jumat (8/11).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kematian seorang mahasiswa di sebuah universitas Hong Kong memicu gelombang demonstrasi, Jumat (8/11). Sekitar 1.000 demonstran bertopeng berbaris memenuhi distrik pusat kota saat makan siang.

Chow Tsz-Lok jatuh di garasi parkir setelah polisi menembakkan gas air mata selama bentrokan dengan pemrotes antipemerintah. Kejadian itu membuatnya terluka dan akhirnya meninggal dunia pada Jumat pagi.

Baca Juga

Peristiwa korban jiwa pertama kali ini memicu kemarahan lebih besar terhadap pihak berwenang di Hong Kong. Pendemo berkumpul dan meneriakkan kata-kata "Bubarkan pasukan polisi," dan meminta balas dendam. Mereka menyatakan "Utang darah harus dibayar dengan darah." Beberapa membawa bunga putih dan plakat bertuliskan "Hong Kong adalah negara polisi."

Para pengunjuk rasa menuntut keadilan bagi Chow dan meneriaki polisi dengan mengatakan mereka adalah pembunuh. "Kematiannya adalah pengingat bagi kami bahwa kami tidak bisa menyerah," kata seorang pemrotes di televisi lokal.

Sedangkan di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, mahasiswa dari teman-teman Chow melakukan aksi berkabung. Upacara kecil ini mengumpulkan orang-orang bertopeng dengan pakaian hitam untuk mengenang Chow.

Bunga-bunga putih diletakkan di bawah panggung ketika para siswa mengumumkan rencana untuk memboikot kelas selama sepekan dan menuntut kebenaran dalam kematian Chow. Serikat mahasiswa mengatakan, akan melakukan penjagaan di malam hari, sementara universitas mendesak mahasiswa tetap tenang untuk menghindari bentrokan dan tragedi lebih lanjut.

Seruan secara daring dilakukan untuk melakukan peringatan berkabung bersama pun digaungkan di wilayah lain, termasuk garasi gedung pinggiran kota di mana Chow jatuh. Para pengunjuk rasa diminta berpakaian serba hitam dan memakai topeng untuk mengingat Chow. Lebih banyak unjuk rasa diprediksi terjadi selama akhir pekan.

Meskipun penyebab jatuhnya belum ditentukan, hal itu memperdalam kemarahan terhadap polisi. Petugas keamanan dituduh melakukan taktik kasar termasuk meluasnya penggunaan gas air mata dan semprotan merica sejak protes yang menuntut reformasi demokratis dimulai pada Juni lalu.

Media lokal melaporkan, Chow mengalami koma dengan cedera otak sejak ditemukan Senin pagi. Dia terkapar di genangan darah lantai dua gedung itu. Polisi percaya dia jatuh dari lantai atas, hanya saja, peristiwa itu tidak tertangkap oleh kamera keamanan.

Beberapa menit sebelumnya, tayangan televisi menunjukkan polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata ke gedung setelah benda-benda dilemparkan ke arah petugas di jalan ketika mengejar massa. Polisi tidak mengesampingkan kemungkinan korban sedang melarikan diri dari gas air mata. Polisi juga membantah klaim petugas mendorong korban dan menunda layanan darurat.

Pemerintah menyatakan kesedihan dan penyesalan atas kematian Chow setelah menjalani operasi dan perawatan. "Polisi telah menyatakan sebelumnya, mereka sangat mementingkan insiden tersebut dan unit kejahatan sekarang melakukan penyelidikan komprehensif dengan tujuan untuk mencari tahu apa yang terjadi," kata kepolisian dalam sebuah pernyataan.

Aktivis pemuda Joshua Wong mengatakan, kematian Chow membuat tuntutan pengunjuk rasa melakukan investigasi terhadap polisi lebih kuat daripada sebelumnya. "Mereformasi kepolisian Hong Kong telah menjadi tuntutan besar di masyarakat. Jelas, kepolisian Hong Kong harus bertanggung jawab atas kematian Chow," katanya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement