Kamis 07 Nov 2019 14:59 WIB

Bank Dunia Siap Bantu Krisis Lebanon 

Gelombang demonstrasi telah melanda Lebanon sejak pertengahan Oktober lalu. 

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolanda
Para pendukung Hizbullah berlari usai polisi menembakkan gas air mata di dekat kantor pemerintahan di Beirut, Lebanon, Selasa (29/10).
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Para pendukung Hizbullah berlari usai polisi menembakkan gas air mata di dekat kantor pemerintahan di Beirut, Lebanon, Selasa (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Dunia mengaku siap membantu Lebanon menangani krisis ekonominya. Hal itu disampaikan setelah direktur regionalnya Saroj Kumar Jha bertemu Presiden Lebanon Michel Aoun pada Rabu (6/11).

"Lebanon tak memiliki kemewahan membuang-buang waktu untuk memperbaiki masalah yang perlu segera diperhatikan. Ada kebutuhan mendesak untuk menghentikan krisis ekonomi yang muncul," kata Bank Dunia dalam sebuah pernyataan.

Bank Dunia menyerukan pembentukan segera kabinet baru. "Kami siap memperluas semua dukungan yang mungkin kepada pemerintah baru yang berkomitmen untuk pemerintahan yang baik serta menciptakan peluang bagi semua warga Lebanon," ujarnya.

Bank Dunia menyebut proporsi warga Lebanon yang hidup dalam kemiskinan dapat meningkat hingga 50 persen jika kondisi ekonomi memburuk. Pengangguran yang telah mencapai angka 37 persen untuk kalangan di bawah usia 35 tahun pun dapat meningkat tajam.

Michel Aoun mengatakan kepada Bank Dunia bahwa pemerintahan berikutnya akan memiliki menteri-menteri yang kompeten. "Yang memiliki reputasi baik dan jauh dari kecurigaan korupsi," ujarnya.

Aoun, yang merupakan sekutu Hizbullah, belum memulai pembicaraan resmi dengan parlemen untuk menunjuk seorang perdana menteri yang akan membentuk kabinet berikutnya. Saad Hariri yang telah mengumumkan pengunduran dirinya menjabat posisi perdana menteri dalam kapasitas sementara hingga partai-partai politik di sana menyetujui pemerintahan baru.

Gelombang demonstrasi telah melanda Lebanon sejak pertengahan Oktober lalu.  Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan dan memprotes kenaikan pajak, termasuk rencana pengenaan biaya pada panggilan telepon melalui aplikasi WhatsApp.

Namun dalam aksinya, massa turut menyuarakan kritik atas buruknya kondisi perekonomian dan layanan publik di negara tersebut. Mereka juga menyoroti masifnya praktik korupsi di pemerintahan yang menyebabkan kondisi kehidupan masyarakat di sana semakin memburuk.

Hingga kini aksi demonstrasi masih berlangsung. Menurut data kementerian keuangan negara tersebut, Lebanon memiliki utang sebesar 86 miliar dolar AS.

Jumlah itu lebih dari 150 persen produk domestik brutonya. Demonstrasi yang terus berlanjut berpotensi menjerumuskan Lebanon lebih jauh ke dalam krisis politik dan berdampak pula pada perekonomiannya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement