Kamis 14 Nov 2019 12:58 WIB

Rusuh Memburuk, Mahasiswa Asing Didesak Tinggalkan Hong Kong

Mahasiswa dari China daratan dan Taiwan di Hong Kong diintimidasi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran berkumpul di kampus Hong Kong Baptist University yang dipenuhi payung dan jalanan diberi blokade tumpukan batu bata di Hong Kong, Rabu (13/11).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Demonstran berkumpul di kampus Hong Kong Baptist University yang dipenuhi payung dan jalanan diberi blokade tumpukan batu bata di Hong Kong, Rabu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Mahasiswa asing dan China daratan memutuskan mengevakuasi diri setelah demonstrasi terjadi di kampus-kampus Hong Kong, Kamis (14/11). Imbauan dari tiap negara pun bermunculan agar mahasiswa menjaga diri dari kerusuhan yang semakin besar.

Beberapa universitas Hong Kong menjadi medan pertempuran baru antara demonstran dan petugas keamanan. Hal ini berimbas pada keberadaan mahasiswa asing yang tidak terlibat dalam unjuk rasa tersebut.

Baca Juga

Beberapa mahasiswa Nordic di Hong Kong Baptist University mengungsikan diri setelah halaman kampusnya menjadi tempat unjuk rasa. Sedangkan Technical University of Denmark (DTU) mendesak 36 mahasiswanya di Hong Kong untuk pulang.

Mahasiswa Elina Neverdal Hjoennevaag mengatakan kepada penyiar Norwegia NRK, mereka dikirim ke hotel pada Rabu. "Saya tidak benar-benar tahu apa yang sedang terjadi. Saya harus berkemas," katanya, dikutip dari The Guardian.

Hjoennevaag menyatakan, dia dan beberapa mahasiswa pertukaran pelajar lainnya diperintahkan berkemas dan pergi. "Orang-orang berjalan keluar dengan koper mereka. Banyak yang menangis," katanya.

Kementerian Luar Negeri Norwegia mengatakan di situsnya siswa harus terus mengevaluasi keselamatan kampus jika pengajaran terganggu karena protes. Kepala DTU Anders Overgaard Bjarklev mengatakan, keputusan untuk pindah setelah beberapa kerusuhan bergeser ke kampus-kampus.

"Beberapa siswa kami dipaksa pindah dari asrama mereka karena terbakar," ujarnya.

Polisi pada Selasa menggerebek Chinese University of Hong Kong hingga memicu bentrokan dengan kekerasan. Universitas tetap dibarikade oleh demonstran pada Kamis, dengan penghalang dan dinding bata di berbagai pintu masuk. Para pengunjuk rasa juga menduduki sebuah jembatan yang mengarah ke kampus.

Polisi menuduh universitas sebagai pabrik untuk bom bensin dan tempat perlindungan bagi para perusuh dan penjahat. Polisi menembakkan lebih dari 1.500 gas air mata dan lebih dari 1.300 peluru karet ke arah demonstran. Kota itu lumpuh, dengan sebagian besar transportasi publiknya ditangguhkan dan semua universitas ditutup.

Mahasiswa China Daratan juga melarikan diri dari kerusuhan. Mereka memanfaatkan momen itu dengan mengikuti sebuah program yang menawarkan akomodasi gratis selama seminggu di hotel dan hostel di kota tetangga, Shenzhen.

Media China melaporkan satu hostel telah menerima lebih dari 80 aplikasi kamar pada Rabu pagi. The Beijing Evening News melaporkan, para pengunjuk rasa membobol asrama para siswa daratan, menuliskan penghinaan di dinding dan menggedor pintu. Polisi Hong Kong mengatakan membantu sekelompok mahasiswa China daratan meninggalkan kampus mereka setelah dibarikade oleh demonstran.

Sedangkan kantor perwakilan Taiwan di Hong Kong dilaporkan telah membantu 71 mahasiswa Taiwan pulang. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen meminta pemerintah Hong Kong menghentikan tindakan penindasan pada mahasiswa dengan menyatakan tindakan yang dilakukan mengancam kebebasan dan supremasi hukum.

Pernyataan itu menanggapi serangan polisi terhadap siswa di University of Hong Kong. Tsai mengatakan di Twitter, polisi di Taiwan menggunakan taktik serupa selama masa-masa darurat militer yang  telah dicabut pada 1987.

"Masa lalu kelam kita, yang telah kita kerjakan begitu sulit untuk dibelakang kita, telah menjadi kenyataan saat ini untuk Hong Kong," katanya.

Beberapa universitas membatalkan kelas selama sisa semester atau pindah kuliah secara daring. Biro Pendidikan Hong Kong telah menangguhkan kelas di sekolah dasar dan menengah pada Kamis karena kekerasan. Mereka menggambarkan situasi di kota mencekam.

"Anak-anak sekolah tetap tinggal di rumah, tidak berkeliaran di jalanan, menjauhi bahaya, dan tidak ikut serta dalam kegiatan ilegal," ujar pernyataan Biro Pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement