Sabtu 16 Nov 2019 03:42 WIB

Perempuan dan Islam di Iran Mata Seorang Seniman Iran di Melbourne

Hoda Afshar adalah seniman dan fotografer Iran yang kini tinggal di Melbourne

Red:
.
.

Hoda Afshar adalah seorang seniman dan fotografer asal Iran yang kini tinggal di Melbourne, Australia. Lewat potret dan karya seninya, ia mencoba mengartikan kembali hubungan pribadinya dengan Iran dan Islam.

"Secara pribadi saya tak mempraktikkan agama, tapi versi Islam yang diperkenalkan oleh ayah saya adalah Islam sebagai agama yang damai dan cinta," ujarnya kepada ABC.

Hoda mengaku jika karya seninya saat ini lebih ditujukan kepada audiens di negara barat, "sesuatu yang tak mungkin dilakukan jika masih tinggal di Iran", tambahnya.

Ia pernah memotret Behrouz Boochani, seorang pencari suaka ke Australia yang pernah tinggal di kamp pengungsian Manus Island.

Hasil potretnya membuat Hoda menyabet penghargaan fotografi bergengsi di Australia, 'Bowness Photography Prize', pada tahun 2018.

Ia juga mendapat hadiah uang sebesar AU$ 30.000 atau lebih dari Rp 286 juta.

Hoda dianggap tidak hanya menampilkan sosok yang 'ditahan' di kamp pengungsian, tetapi juga menyampaikan sebuah pesan politik yang kuat.

Ia pindah ke Australia 12 tahun lalu dan pernah mendapat sejumlah penghargaan fotografi lainnya, diantaranya dari National Photograhic Potrait Prize di tahun 2015.

 

Siapakah Behrouz Boochani?

Behrouz Boochani adalah seorang penulis, wartawan berdarah Kurdi yang pernah tinggal di Manus Island selama lebih dari enam tahun.

Ia memenangkan penghargaan literatur di negara bagian Victoria lewat bukunya yang ia tulis lewat SMS.

Behrouz mencari suaka ke Australia dengan naik perahu di tahun 2013, tapi kemudian dikirim ke pulau yang berada di Papua Nugini tersebut.

Namanya menjadi dikenal luas di Australia karena kritikan kerasnya terhadap pemerintah Australia dengan kebijakannya yang tidak memproses visa bagi mereka yang berada di luar Australia, atau istilahnya 'offshore'.

"Keseluruhan kebijakan imigrasi di Australia adalah diskriminasi yang besar. Banyak orang datang ke Australia bersama kami naik perahu, mereka di Australia sekarang, bagus untuk itu, tapi mereka tak memperbolehkan yang lain," ujarnya saat diwawancara ABC.

 

Ia juga pernah mengajak pencari suaka lainnya untuk langsung menuju Selandia Baru tanpa melewati Australia "untuk memulai hidup baru mereka".

"Pemerintah Australia mengatakan pencari suaka menggunakan Selandia Baru sebagai pintu belakang sebelum masuk ke Australia, ini adalah kebohongan besar," ujarnya.

"Selandia Baru adalah negara yang hebat dan orang-orang akan memulai hidup baru disini, mereka tak tertarik untuk pergi ke Australia".

Kamis lalu (14/11) Behrouz tiba di Selandia Baru dengan visa kunjungan untuk menjadi pembicara di festival literatur di Christchurch, untuk bukunya 'No Friend but The Mountains'.

Ia telah mendapat izin dari Departemen Imigrasi Papua Nugini untuk berpergian ke Selandia Baru, tapi sebelum berangkat ia mengatakan kepada ABC jika dirinya tak berniat untuk kembali ke Papua Nugini.

Saat ditanya apakah ia hendak mencari suaka ke Selandia Baru, ia menjawab akan mempertimbangkan untuk memperpanjang visa kunjungannya ke Selandia Baru.

"Saya punya visa kunjungan sebulan, tapi saya tak akan bicara soal itu."

"Saya ingin menghabiskan waktu saya sebagai seorang pria yang bebas."

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement