Rabu 13 Nov 2019 08:25 WIB

Deportasi Tersangka Anggota ISIS Desak Jerman Ambil Tindakan

Turki akan mengirim 10 orang terduga ISIS kembali ke Jerman.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
.
.

Pemulangan simpatisan ISIS yang dideportasi akan memicu perdebatan domestik dan internasional. Opini publik di Jerman semakin menentang pemulangan para tersangka teroris dan negara-negara di seluruh dunia terus menghindari pemulangan para tersangka teroris dan keluarganya.

"Jerman dan negara-negara Eropa lainnya berada dalam posisi buruk dalam hal ini. Mereka sekarang merasakan akibat dari kelambanan dan kemalasan mereka untuk membawa pulang orang-orang ini," kata Sofia Koller, seorang analis ekstremisme dan radikalisasi dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman (DGAP) kepada DW. "Kami sekarang menanggapi langkah dari Turki. Bukannya bertindak, Eropa justru bereaksi."

Berbagai pertanyaan

Seorang perwakilan dari kementerian dalam negeri Turki mengatakan kepada wartawan pada hari Senin (11/11), bahwa seorang warga Jerman yang diduga telah ikut bertempur dengan kelompok teroris ISIS, akan tiba di Jerman pada hari yang sama. Seorang warga Denmark dan Amerika Serikat juga sudah diproses untuk dideportasi.

Secara keseluruhan 10 orang akan dipulangkan ke Jerman minggu ini, demikian dikonfirmasi seorang juru bicara kementerian luar negeri Jerman: tiga lelaki, lima perempuan dan dua anak. Semuanya berkewarganegaraan Jerman, tetapi pihak berwenang masih menyelidiki dugaan hubungan dengan ISIS, kata juru bicara tersebut.

Pihak berwenang sekarang akan mengumpulkan informasi pribadi lebih tentang individu-individu yang bersangkutan, menilai apakah diperlukan peningkatan keamanan domestik menjelang kedatangan mereka dan mencari tahu apakah tindakan hukum di dalam negeri akan diambil setelah pihak yang dideportasi mendarat di Jerman.

Dalam sebuah konferensi pers pemerintah tidak lama setelah berita keluar pada Senin pagi (11/11), para pejabat dari kementerian luar dan dalam negeri mendesak agar Turki bertindak sesuai dengan prosedur diplomatik dalam mengumumkan deportasi. Tetapi menteri dalam negeri Turki tidak berbasa-basi ketika berdiskusi dengan wartawan tentang deportasi yang akan segera dilakukan. Ia bersikeras, bahwa Turki bukanlah sebuah "hotel" bagi para militan ISIS dan bahwa Ankara akan terus mengirim pulang warga asing yang bersimpatisan dengan para teroris di hari-hari dan minggu-minggu mendatang.

Baca juga: Turki Minta Jerman Bawa Pulang 20 Anggota ISIS yang Ditangkap

Menurut keterangan menteri dalam negeri Turki, saat ini sekitar 1200 simpatisan ISIS kelahiran luar negeri sedang ditahan di sejumlah penjara di Turki dan 287 mantan anggota ISIS, termasuk perempuan dan anak-anak, kembali ditangkap bulan lalu dalam operasi militer Turki di timur laut Suriah yang dikuasai kaum Kurdi.

Dinas rahasia Jerman memperkirakan, sampai sekarang lebih dari 1050 "teroris asing" telah meninggalkan Jerman untuk pergi ke Suriah dan Irak. 350 di antaranya sudah kembali dan 200 tewas.

Apa yang harus dilakukan dengan yang kembali?

Menurut pihak berwenang Jerman, ada dua pertanyaan yang menentukan kemampuan sebuah negara untuk membawa pulang orang-orang yang diduga anggota ISIS: Apakah para individu ini benar-benar berkewarganegaraan Jerman dan apakah kembalinya mereka bisa mengancam keamanan dalam negeri.

Mereka yang bisa membuktikan kewarganegaraannya mempunyai hak untuk kembali yang tidak dapat disangkal, ujar juru bicara pemerintah. Tetapi tersangka anggota ISIS masih bisa dituntut sekembalinya di negara asal. Secara mengesankan, jaksa penuntut Jerman telah memilih untuk menyusun dakwaan sebelum mengatur proses kepulangan, menurut Pusat Anti Terorisme Internasional di Den Haag. Walaupun begitu, baik pihak berwenang maupun publik tetap terpecah pendapatnya apakah pemulangan benar-benar solusi terbaik untuk menangani teroris asing.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas telah meminta Turki untuk menyediakan informasi terkait tindakan hukum bagi yang dipulangkan sebelum deportasi anggota-anggota ISIS dari Jerman. Ankara harus memberikan informasinya dengan "cepat dan secara detail," kata Maas di Brussel hari Senin (11/11). Tujuannya adalah "untuk mendapatkan bukti yang cukup bagi pengadilan untuk menahan seseorang dan mengadilinya."

Minggu lalu sebuah pengadilan di Berlin memerintahkan kepada pemerintah untuk membawa pulang istri dari seorang anggota ISIS dan tiga anaknya. Tetapi April lalu Kanslir Angela Merkel mengesahkan sebuah rancangan undang-undang yang mencabut kewarganegaraan Jerman dari warga berkewarganegaraan ganda jika mereka ikut bertempur dengan kelompok-kelompok teror di luar negeri. Undang-undang ini tidak berlaku bagi perempuan dan anak di bawah umur dan tidak bisa diberlakukan setelahnya.

Sementara itu, sebuah jajak pendapat yang baru-baru ini dilakukan oleh lembaga Civey mengungkapkan, bahwa hanya 31,5 persen responden Jerman beranggapan, bahwa pendukung ISIS yang mendekam di penjara harus diadili di Jerman, berkurang dari 54,4 persen pada awal tahun ini, menurut jajak pendapat Civey lainnya.

Sebuah isu internasional

Jerman bukan satu-satunya negara yang terpaksa menghadapi simpatisan ISIS yang kembali. Prancis, Inggris dan Australia juga kelabakan tentang para tersangka teroris yang dipulangkan kembali ke negaranya.

Walaupun Prancis dan Belanda telah mengambil tindakan untuk mengembalikan anak-anak "yang terisolasi dan sangat rentan," Australia bulan Juli lalu mengesahkan undang-undang untuk menghentikan simpatisan asing kembali ke negara tersebut. Inggris juga telah mengambil tindakan untuk mencabut kewarganegaraan teroris untuk mencegah mereka kembali atas alasan kepentingan keamanan.

Tetapi analis teror dan radikalisasi mengklaim, bahwa pemerintahan seharusnya lebih waspada tentang konsekuensi keamanan dari membiarkan para pendukung IS dan keluarganya di luar negeri. Mengembalikan teroris beserta keluarganya ke negara-negara Barat memastikan, mereka bisa diawasi, dituntut dan diintegrasikan dengan lebih hati-hati daripada di negara-negara seperti Irak atau Suriah. Sementara itu, pemulangan juga melindungi anak-anak dari berbagai penyakit dan upaya radikalisasi yang marak di kamp-kamp pengungsi, menurut laporan terkini tentang topik ini dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman.

Tetapi yang paling utama, negara-negara demokrasi Barat seperti Jerman mempunyai "kewajiban moral" untuk menyeret individu-individu ini ke pengadilan di rumah mereka, daripada menjauhkan diri dari masalah ini, kata Koller dari DGAP.

"Kita tidak boleh melupakan, bahwa orang-orang ini menjadi radikal di Jerman. Karena itu Jerman bertanggung jawab untuk berurusan dengan konsekuensinya," kata Koller. "Jerman juga memulangkan warga negara lain yang dianggap berbahaya. Kita tidak boleh memberlakukan standar ganda."

ag/na

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement