Selasa 19 Nov 2019 11:10 WIB

Palestina Kutuk Sikap AS Sahkan Permukiman Ilegal Israel

AS menyatakan negaranya tak memandang permukiman Israel sebagai ilegal.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina mengutuk pengumuman Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo yang menyatakan bahwa negaranya tidak akan lagi memandang permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki sebagai ilegal. 

"Ini batal dan tidak berlaku, dikutuk dan benar-benar bertentangan dengan hukum internasional serta resolusi legitimasi internasional," kata juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeina pada Senin (18/11) dilaporkan laman kantor berita resmi Palestina WAFA.

Baca Juga

Dia menegaskan bahwa AS tak berwenang membatalkan resolusi legitimasi internasional. Washington pun tak memiliki hak untuk memberikan legitimasi apa pun kepada permukiman Israel.

Terkait dengan perkembangan terbaru tersebut, Rudeina mengatakan AS telah benar-benar kehilangan semua kredibilitasnya dan tidak lagi memiliki peran dalam proses perdamaian antara Palestina serta Israel. 

"Kami menganggap pemerintah Amerika bertanggung jawab penuh atas segala dampak dari langkah berbahaya ini," ujar Rudeina. 

Pompeo telah mengumumkan perubahan besar dalam kebijakan lama AS tentang permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki. Hal itu secara otomatis menolak pendapat hukum Departemen Luar Negeri AS 1978 yang menganggap permukiman itu tak konsisten dengan hukum internasional. 

Hukum internasional memandang Tepi Barat dan dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan. Hukum internasional mengatur bahwa penguasa pendudukan tidak dapat membangun permukiman sipil di wilayah yang diduduki. 

Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement