Jumat 15 Nov 2019 15:46 WIB

Jepang Minta Korsel Kaji Keputusan Keluar Pakta Intelijen

Jepang dan Korsel sebelumnya bekerja sama berbagi data intelijen soal Korea Utara.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Bendera Jepang dan Bendera Korsel.Ilustrasi.
Foto: REUTERS
Bendera Jepang dan Bendera Korsel.Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Diplomat senior Jepang meminta Korea Selatan (Korsel) untuk 'merespon dengan masuk akal' atas keputusan Seoul tidak memperpanjang pakta berbagi data intelijen. Perjanjian yang dikenal GSMOIA itu akan berakhir pada pekan ini.

"Mengingat lingkungan keamanan saat ini, (pihak Jepang) meminta Korea Selatan untuk menanggapi dengan masuk akal," kata Kementerian Luar Negeri Jepang, Jumat (15/11).  

Baca Juga

Pernyataan itu diumumkan ketika Direktur Jenderal Wilayah Asia dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Jepang Shigeki Takizaki bertemu dengan Direktur Jenderal Direktur Jenderal Wilayah Asia dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Korsel Kim Jung-han. Pertemuan tersebut digelar di Kementerian Luar Negeri Korsel.

Pada Agustus, Seoul memutuskan untuk tidak memperpanjang GSMOIA, pakta yang bertujuan untuk membantu Jepang dan Korsel berbagi informasi tentang misil dan aktivitas nuklir Korea Utara. Pada 24 Oktober lalu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri Korsel Lee Nak-yon sepakat pentingnya kerja sama kedua negara dalam isu Korut dan isu-isu lainnya. Jepang dan Korsel ingin membangun kembali hubungan mereka yang sempat memburuk karena sejarah dan perdagangan.

Namun, hanya ada sedikit kemajuan nyata dalam upaya tersebut. Abe juga kembali meminta Korsel untuk menepati janjinya dalam meningkatkan hubungan dua sekutu Amerika Serikat di Asia itu.

"Dua bangsa kami adalah tetangga yang penting bagi satu sama lain dan tetap saling berhubungan dalam isu Korut, hubungan bilateral dan persekutuan kami dengan Amerika Serikat cukup penting," kata Abe kepada Lee, seperti dikutip Kementerian Luar Negeri Jepang.

Hubungan Tokyo dan Seoul memburuk sampai titik terendahnya dalam beberapa dekade terakhir setelah Mahkamah Agung Korsel memutuskan perusahaan Jepang harus membayar kompensasi kepada korban pekerja paksa selama masa kolonial. Jepang bersikeras kompensasi itu sudah diselesaikan dalam perjanjian 1965.

Tokyo menyebut keputusan itu telah melanggar hukum internasional. Hal itu merembet ke isu-isu lainnya seperti perdagangan dan keamanan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement