Senin 18 Nov 2019 17:53 WIB

Korban Jiwa Kerusuhan Bolivia Naik Jadi 23

Kerusuhan Bolivia meletus pada Oktober.

Penentang presiden Bolivia Evo Morales membakar peti mati sebagai simbol matinya pemerintahan Morales di La Paz, Bolivia, Ahad (10/11).
Foto: AP Photo/Juan Karita
Penentang presiden Bolivia Evo Morales membakar peti mati sebagai simbol matinya pemerintahan Morales di La Paz, Bolivia, Ahad (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, QUERETARO -- Sebanyak empat orang lagi tewas di Bolivia selama beberapa hari belakangan sehingga jumlah korban jiwa akibat kerusuhan politik naik jadi 23, Ahad (17/11).

Kerusuhan meletus pada Oktober ketika Presiden Evo Morales meraih masa jabatan kontroversial keempat. Pemrotes turun ke jalan untuk memprotes pemilihan umum yang mereka katakan dicurangi.

Baca Juga

Setelah empat pekan protes, Morales mundur dan pergi ke Meksiko, tempat ia ditawari suaka politik. Di posisinya, senator konservatif Jeanine Anez mengumumkan diri sebagai presiden sementara.

Tapi protes tersebut tidak padam. Protes kebanyakan di desa dan digelar suku pribumi yang mendukung.

Demonstrasia berlangsung di Ibu Kota Bolivia, La Paz dan kota-kota besar lain. Mereka mengatakan perubahan politik itu adalah kudeta.

Morales terus mengunggah di Twitter mengenai kerusuhan di negerinya. Dia mengatakan sesungguhnya sudah 24, bukan 23 orang tewas dalam beberapa hari belakangan ini.

photo
Wakil Presiden Kedua Bolivia dan politikus oposisi Jeanine Anez (tengah) sambil memegang Alkitab mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara Bolivia dari atas balkon Istana Quemado di La Paz, Bolivia, Selasa (12/11).

"Kami menuntut pemerintah de facto Anez mengidentifikasi pengarang intelektual dan material mengenai 24 kematian dalam lima hari penindasan militer dan polisi. Saya mengecam masyarakat internasional mengenai kejahatan terhadap manusia ini, yang tak boleh dibiarkan tanpa hukuman," kata Morales mencicit, Ahad.

Pada Jumat (15/11), pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah pendukung Morales di Kota Sacaba di Bolivia tengah hingga menewaskan delapan orang. Morales menyebut tindakan itu sebagai pembantaian.

Seorang wartawan jaringan televisi Amerika Latin teleSUR mengunggah video pada Ahad di Twitter yang menuduh satu helikopter Angkatan Bersenjata menembaki pemrotes sipil yang mendukung mantan presiden itu. Alberto Fernandez, seorang pengacara di Argentina, mengatakan di Twitter pada akhir pekan lalu pemerintah sementara Bolivia telah memberi Angkatan Bersenjata izin menggunakan kekuatan guna menegakkan kembali tatanan dalam negeri.

"Pemerintah de facto yang merebut kekuasaan di Bolivia telah melepaskan Angkatan Bersenjata untuk bertindak tanpa harus bertanggungjawab atas kejahatan mereka. Jumlah korban tewas bertambah," katanya.

PBB telah memperingatkan Bolivia bisa tak terkendali, sementara banyak pengulas menduga kerusuhan di negeri tersebut akan berlangsung terus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement