Rabu 13 Nov 2019 05:10 WIB

Dubes: Nobel Perdamaian PM Ethiopia untuk Afrika

PM Ethiopia berperan besar dalam menangani dan menuntaskan konflik perbatasan .

Rep: Kamran Dikamra/ Red: Agung Sasongko
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Nobel Perdamaian 2019.
Foto: AP Photo/Francisco Seco
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Nobel Perdamaian 2019.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Duta Besar Ethiopia untuk Indonesia Admasu Tsegaye mengatakan nobel perdamaian yang diperoleh Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed bukan hanya untuk negaranya, tapi juga rakyat dam para pemimpin Arfrika. 

Tsegaye mengungkapkan, setelah dinobatkan sebagai penerima nobel perdamaian 2019, Ahmed segera menyatakan bahwa penghargaan tersebut bukan hanya untuk dirinya dan rakyat Ethiopia. "Karena dia (Ahmed) mendorong pemimpin Afrika lainnya untuk membawa perdamaian di kawasan. Itulah mengapa nobel perdamian bukan hanya untuk Ethiopia, ini untuk para pemimpin Afrika," kata dia pada Republika, Selasa (12/11). 

Baca Juga

Tsegaye tak menampik masih terdapat banyak masalah dan konflik di berbagai wilayah Afrika. "Jadi setiap pemimpin di wilayah Afrika harus mencoba untuk membawa perdamaian. Jadi nobel perdamaian ini akan mendorong para pemimpin Afrika lainnya," ucapnya. 

Menurut dia, Ahmed selalu berpidato tentang perdamaian, rekonsiliasi, dan persatuan. Oleh sebab itu, meskipun usia Ahmed masih terbilang muda sebagai pemimpin, yakni 41 tahun, dia yakin sang perdana menteri mampu menjaga perdamaian di negaranya. 

"Saya yakin dia akan sukses (menjaga perdamaian Ethiopia). Dia muda dan visioner. Dan selama pelantikan dia telah berjanji untuk membawa perdamaian dan keamanan," kata Tsegaye. 

Meskipun pada awalnya rakyat Ethiopia meragukan Ahmed, tapi dia mampu membuktikan janjinya. Tak hanya menyelesaikan konflik, menurut Tsegaye, Ahmed pun membawa banyak perubahan di negaranya, seperti membuka ruang politik, membebaskan ribuan tahanan politik, mengundang kelompok-kelompok politik yang sebelumnya dicap teroris, dan membentuk kabinet pemerintahan dengan porsi seimbang antara kaum pria dan wanita. 

Tsegaye mengatakan semua perubahan itu terjadi dalam waktu cukup singkat. "Anda bisa bayangkan dari April 2018 (sejak Ahmed dilantik sebagai perdana menteri) sampai sekarang, sekitar satu setengah tahun. Dalam waktu singkat, dia membawa banyak perubahan," ujarnya. 

Pada Oktober lalu, Norwegian Nobel Comitte menganugerahkan nobel perdamaian 2019 pada Abiy Ahmed. Dia dianggap telah berperan besar dalam menangani dan menuntaskan konflik perbatasan antara Ethiopia dan Eritrea. 

Ahmed pun menuai pujian dan apresiasi berkat perannya dalam menengahi kesepakatan pembagian kekuasaan di negara tetangga Ethiopia, yakni Sudan. Negara tersebut sempat bergolak setelah Omar al-Bashir yang berkuasa selama hampir tiga dekade dilengserkan militer pada April lalu. 

Militer Sudah berinisiatif untuk memimpin proses transisi pemerintahan. Namun hal itu memperoleh penentangan dari rakyat Sudan yang sebelumnya larut dalam gelombang demonstrasi menuntut mundurnya al-Bashir. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement