Rabu 20 Nov 2019 11:04 WIB

Shinzo Abe Jadi Perdana Menteri Jepang Terlama

Shinzo Abe menjadi perdana menteri Jepang pertama kali pada 2006.

Rep: Dwina Agustin/Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
PM Jepang Shinzo Abe
Foto: Reuters
PM Jepang Shinzo Abe

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sejarah Jepang mencatat, Shinzo Abe menjadi Perdana Menteri (PM) Jepang dengan masa jabatan terlama, Rabu (20/11), meski target pemerintahannya masih belum tercapai bahkan jauh dari jangkauan.

Hari ini menandai Abe telah bertugas selama 2.886 hari. Abe mengalahkan rekor sebelumnya yang diemban oleh Taro Katsura, seorang politikus yang berkuasa tiga periode selama 2.886 hari pada 1900an.

Baca Juga

Analis dan saingannya mengatakan, bahwa PM Abe berada di posisinya karena kacakapan politik, perubahan struktural dalam politik Jepang, dan keberuntungan yang sehat. Sehingga memungkinkan PM untuk bertahan lama meski peringkat persetujuan yang biasa-biasa saja.

"Pada 2007, saya pikir tidak mungkin Abe menjadi PM lagi," kata editor buletin politik Tokyo Insidelina, Takao Toshikawa seperti dikutip Financial Times.

Namun, secara mengejutkan, Abe mengatasi kegagalan masa jabatannya pertamanya sendiri untuk memberi Jepang masa stabilitas politik yang panjang, bahkan ketika pemberontakan polulis mengguncang negara-negara demoekrasi. Sejak 1989, Jepang telah memiliki 17 perdana menteri.

Abe dikenal sebagai nasionalis konservatif, dan masa jabatan pertamanya ditandai oleh kebijakan sayap kanan dogmatis. Ia memimpin Partai Demokratik Liberal (LDP)nya meraih kemenangan dengan agenda yang jauh lebih luas berfokus pada menghidupkan kembali ekonomi Jepang.

"Abe melakukan pekerjaan dan Anda perlu menghargai upayanya apakah Anda setuju dengannya atau tidak," kata Toshikawa, menunjuk hubungan perdana menteri dengan Presiden AS Donald Trump sebagai contoh.

Sebuah survei media NHK mencatat, dukungan warga terhadap LDP masih kuat di angka 36,8 persen. Sementara opoisi, Partai Demokratik Konstutusional hanya mendapatkan 6,3 persen dukungan.

Abe pertama kali menjabat sebagai perdana menteri pada September 2006 pada usia 52 tahun. Kala itu, ia menjadi pemimpin termuda negara itu di era pasca-Perang Dunia II. Namun, dia mundur hanya setahun kemudian karena serangkaian pengunduran diri oleh para menteri kabinetnya serta masalah kesehatannya.

Setelah kembali berkuasa pada Desember 2012, Abe mengunjungi Kuil Yasukuni Tokyo karena ia menyesal tidak mengunjungi kuil Shinto selama masa tugas pertamanya sebagai perdana menteri. Kuil itu dianggap sebagai simbol militerisme Jepang di masa lalu oleh China dan Korea Selatan saat menghormati para penjahat Perang Dunia II Kelas-A bersama dengan orang yang tewas dalam perang.

Dilansir Japan Times, pada 2014, Kabinet Abe menyetujui rencana untuk memungkinkan Jepang menggunakan hak untuk pertahanan diri kolektif. Meski begitu, Abe menandakan setengah jalan untuk mencapai banyak tujuannya.

Kini, tampaknya sulit baginya untuk mewujudkan tujuan menerapkan Konstitusi yang direvisi pada 2020 karena adanya penolakan terus-menerus dari anggota parlemen oposisi. Negosiasi pada sengketa teritorial antara Tokyo dan Moskow atas empat pulau yang dikuasai Rusia di Hokkaido telah terhenti, meskipun Abe telah bersumpah untuk mengakhiri pertikaian yang telah berlangsung puluhan tahun.

Abe juga telah berjuang untuk menyelesaikan masalah penculikan warga negara Jepang oleh Korea Utara beberapa dekade lalu, salah satu tantangan terpentingnya. Jika Abe tetap berkuasa, hari-harinya berturut-turut di kantor sejak kembali berkuasa akan mencapai rekor sepanjang masa Agustus mendatang, melampaui rekor 2.798 hari yang ditetapkan oleh Eisaku Sato.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement