Jumat 22 Nov 2019 14:52 WIB

AS Akui Permukiman Yahudi di Tepi Barat tak Langgar Hukum

Amerika (AS) menyatakan permukiman Yahudi di Tepi Barat tak langgar hukum

Red:
Amerika (AS) menyatakan permukiman Yahudi di Tepi Barat tak langgar hukum
Amerika (AS) menyatakan permukiman Yahudi di Tepi Barat tak langgar hukum

Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir, pemerintah Amerika Serikat mengubah pandangan mereka berkenaan dengan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dengan mengatakan bahwa pemukiman tersebut tidak melanggar hukum internasional.

Pernyataan terbaru yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo merupakan kekalahan bagi perjuangan Palestina dan kemenangan bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sekarang dalam posisi lemah karena adanya dua pemilihan umum tahun ini yang tidak memberikan kemenangan mayoritas bagi partainya.

Dalam pernyataannya, Mike Pompeo mengatakan bahwa pernyataan AS sebelumnya mengenai pemkiman di Tepi Barat yang dikuasai oleh Israel sejak perang tahun 1967 di masa lalu juga tidak konsisten.

Dia mengatakan Presiden AS dari Partai Demokrat Jimmy Carter di tahun 1978 mengatakan pemukiman itu tidak sesuai dengan hukum internasional, sementara Presiden Ronald Reagan dari Partai Republikan di tahun 1981 mengatakan bahwa pemukiman tersebut tidaklah ilegal.

"Pembangunan pemukiman sipil Israel itu pada dasarnya tidaklah tidak konsisten dengan hukum internasional." kata Pompeo kepada wartawan di kantor Deplu Amerika Serikat.

"Menyebut pemukiman itu tidak konsisten dengan hukum internasional tidaklah membuat pembicaraan damai mengalami kemajuan."

"Kenyataannya adalah tidak akan ada penyelesaian judisial untuk mengatasi konflik, dan pendapat siapa yang benar dan salah menurut hukum internasiional tidak akan membawa perdamaian."

 

Namun, Uni Eropa mengatakan bahwa mereka tetap berpandangan bahwa pemukiman Israel di wilayah pendudukan milik Palestina tersebut ilegal menurut hukum internasional, dan mengurangi peluang bagi adanya perdamaian langgeng.

"Uni Eropa menyerukan kepada Israel untuk menghentikan semua aktivitas pemukiman, sejalan dengan kewajiban mereka sebagai pihak yang menduduki." kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan Pompeo ini juga mendapatkan kritikan dari pejabat senior Palestina bahkan sebelum pernyataan itu dikeluarkan.

"Sebuah tamparan lagi bagi hukum internasional, keadilan dan perdamaian." kata Hanan Ashrawi, perunding senior Palestina, dan anggota Komite Eksekutif PLO lewat Twiiter.

Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rdeneh, mengutuk pengumuman tersebut.

"Pemerintahan AS saat ini sudah kehilangan kredibilitas untuk berperan dalam perundingan damai di masa depan." katanya.

Trump sudah lama mendukung kebijakan Israel

Pernyataan Menlu Pompeo ini merupakan contoh ketiga bahwa pemerintahan pimpinan Presiden Donald Trump mendukung kebijakan Israel dan bertentangan dengan pendapat kalangan Palestina dan Arab.

Di tahun 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan di tahun 2018, Amerika Serikat secara resmi membuka kedutaannya di kota tersebut.

Kebijakan AS sebelumnya adalah menyerahkan status Yerusalem kepada pihak-pihak yang bertikai dalam koflik ini.

Bulan Maret lalu, Trump mengakui aneksasi yang dilakukan Israel di tahun 1981 terhadap Dataran Tinggi Golan, sebagai bentuk dukungan terhadap Netanyahu, yang menimbulkan kecaman keras dari pihak Suriah, yang pernah menguasai lahan tersebut sebelumnya.

Netanyahu kemudian menamai sebuah desa di Dataran Tinggi tersebut sebagai Trump Height sebagai bentuk penghargaan tersebut presiden Amerika Serikat tersebut.

 

Langkah yang diambil Presiden Trump ini tampaknya mungkin sengaja untuk membantu Netanyahu yang saat ini mengalami kesulitan untuk membentuk pemerintahan.

Politik Israel sekarang sedang mengalami kebuntuan setelah adanya dua pemilu yang tidak memberikan hasil yang jelas.

Partai dari mantan kepala angkatan bersenjata Benny Gantz, Partai Biru dan Putih mendapat suara yang hampir sama dengan partai Likud pimpinan Netanyahu di pemilu bulan September.

Kedua pemimpin mengalami kesulitan untuk membentuk koalisi membentuk pemerintahan.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

Wires

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement