Kamis 28 Nov 2019 23:45 WIB

Bocoran Dokumen China Cables Ungkapkan Kamp Penahanan Massal di Xinjiang

Rep: Dylan Welch, Ariel Bogle, Echo Hui And Stephen Hutcheon/ Red:

Bocoran dokumen rahasia mengungkapkan Pemerintah Provinsi Xinjiang di China menemukan adanya 23 warga Australia yang harus diawasi dan kini nasibnya belum diketahui.

Dokumen Bocoran Soal Xinjiang

Dokumen menyebut bahwa 23 warga Australia tersebut masuk dalam daftar 75 warga Muslim China yang diawasi setelah ditemukan paspor mereka menyebutkan mereka sebagai warga asing.

Nasib warga Australia ini belum diketahui, namun dokumen itu memerintahkan agar pejabat mendeportasi atau menahan siapa saja yang memiliki paspor asing bila "dicurigai melakukan tindakan terorisme."

Dokumen berasal dari tahun 2017 dan merupakan bagian dari dokumen sangat rahasia milik Pemerintah China.

Konsorsium Wartawan Investigatif Internasional (ICIJ) mendapatkan dokumen ini dan membaginya kepada ABC News dan 16 media internasional lainnya.

Dokumen yang disebut "China Cables" ini menggambarkan tindakan yang dilakukan pemerintah di Xinjiang dalam mengawasi, menahan, melakukan pendidikan ulang dan kerja paksa terhadap warga Muslim.

Sejak tahun 2017, lebih dari satu juta warga Muslim di Xinjiang ditahan dengan cara dimasukkan ke dalam apa yang disebut "kamp pendidikan kembali."

Kebanyakan yang ditahan adalah warga Muslim dari suku Uyghur, yang jumlahnya sekitar 10 juta orang. Mereka secara kolektif dituduh oleh Beijing bertanggung jawab atas beberapa insiden teror yang dilakukan kelompok radikal.

Sejarawan Olsi Jazexhi dari Kanada yang mengunjungi Xinjiang bulan Agustus lalu sebagai tamu Pemerintah China mengaku awalnya tak percaya dengan informasi ini.

Namun pendapatnya berubah, ketika melihat sendiri apa yang terjadi di sebuah kamp di Distrik Aksu, yang berbatasan dengan Kyrgyzstan.

"Pendidikan pelatihan kejuruan ini, atau yang kita sebut kamp konsentrasi, adalah mirip penjara Alcatraz di tengah gurun," katanya.

Jazexhi mengatakan apa yang dilakukan Pemerintah China di Xinjiang adalah "genosida budaya massal".

Kebanyakan dokumen bocoran yang didapat ABC bertuliskan "rahasia" yaitu sistem dokumentasi tertinggi kedua dalam sistem keamanan China.

Dalam salah satu dokumen tertanggal 25 Juni 2017 dijelaskan bagaimana sistem pemantauan yang disebut IJOP mendeteksi adanya 24.412 orang yang dicurigai di Xinjiang selatan sepekan sebelumnya.

Dari jumlah itu, 15.683 orang dikirim untuk 'pendidikan dan pelatihan' - istilah lain untuk penahanan di kamp dan 706 di antaranya "ditahan karena latar belakang kriminal."

Walau alasan penangkapan mereka tidak disebutkan namun polisi Xinjiang pernah mengeluarkan daftar di tahun 2014 mengenai 75 indikator tindakan ekstrim.

Antara lain bila seseorang memiliki kompas, berhenti minum alkohol, meminta orang lain untuk tidak mengeluarkan kata-kata kotor, atau menangis atau menunjukkan kesedihan mendalam ketika orang dua meninggal.

Memiliki paspor asing juga bisa menimbulkan kecurigaan aparat, kata akademisi di Hong Kong yang belajar khusus mengenai warga Uyghur, Shih Chien Yu.

"Karena Beijing menggangap mereka tidak mengakui kekuasaan Partai Komunis dan Pemerintah China karena memiliki paspor asing," kata Shih.

Dari inilah kemudian sistem IJOP tersebut mencatat adanya 23 warga negara Australia, di antara 75 orang yang memiliki paspor asing.

Menurut pegiat Uyghur di Adelaide Nurgul Sawat, 23 orang ini merupakan daftar baru selain 15 orang dewasa dan enam anak-anak dari komunitas Uyghur Australia yang ditahan di Xinjiang.

Dalam jawaban atas pertanyaan dari sebuah media di Inggris yang juga mendapat bocoran China Cables, Kedutaaan China di London membantah adanya kamp-kamp penahanan.

Juru bicara itu mengulangi pernyataan sebelumnya bahwa fasilitas ini adalah "pusat pendidikan dan kejuruan" dimana peserta menjalani berbagai kursus dan mereka mendapat kebebasan bergerak.

"Dokumen yang disebutkan dibocorkan ini adalah hoaks dan dibuat-dibuat," kata jubir Kedubes China.

Lihat berita selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement