Sabtu 23 Nov 2019 12:01 WIB

Presiden Kolombia Terapkan Jam Malam

Presiden Kolombia Ivan Duque menerapkan jam malam di ibu kota negara, Bogota

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Presiden Kolombia Ivan Duque
Foto: reuters
Presiden Kolombia Ivan Duque

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Presiden Kolombia Ivan Duque menerapkan peraturan jam malam di ibu kota negara, Bogota, Jumat (22/11). Ketetapan itu diputuskan setelah kerusuhan terjadi sehari sebelumnya yang membawa puluhan ribu orang turun ke jalan.

Jam malam datang satu hari setelah sekitar 250 ribu orang turun ke jalan yang menjadikan salah satu pawai terbesar dalam sejarah Kolombia. Sementara protes dimulai dengan damai, tidak beberapa lama bentrokan antara pemrotes dan polisi pun terjadi. Tiga orang tewas dalam kerusuhan tersebut.

Baca Juga

"Satu hal adalah ekspresi damai melalui protes. Hal lain yang sangat berbeda adalah memanfaatkan protes untuk menabur kekacauan," kata Duque dilansir AP.

Dalam upaya untuk memadamkan kemarahan, Duque juga mengumumkan akan membuka percakapan nasional di seluruh negeri pekan depan. Momen ini bertujuan untuk menemukan solusi jangka menengah dan panjang untuk masalah yang sangat mengakar seperti ketidaksetaraan dan korupsi. "Ruang untuk dialog ada," katanya.

Penyelenggara protes telah meminta Duque untuk mengadakan dialog dengan pemimpin adat, pelajar, dan buruh untuk membahas reformasi perburuhan dan pensiun. Setidaknya satu pemimpin serikat menyambut pembukaan pembicaraan nasional, meskipun tidak ada tanggapan langsung dari penyelenggara utama.

"Kami pikir ini sangat bagus. Sekarang itu tergantung pada mereka yang telah digerakkan untuk menentukan lintasan untuk hal-hal yang membuat khawatir semua orang Kolombia," kata presiden serikat pekerja pertanian Jorge Bedoya.

Duque pun meminta pengurangan tindakan kekerasan untuk menahan bentrokan antara polisi dan demonstran di kota yang berpenduduk tujuh juta jiwa itu. Pernyataan itu muncul tidak lama setelah para petugas mendorong balik kerumunan massa untuk membubarkan diri.

"Mereka menendang kami dengan gas air mata. Mereka tidak ingin orang-orang menunjukkan ketidakpuasan mereka," kata pekerja konstruksi Rogelio Martinez yang ikut unjuk rasa.

Kolombia sedang bergulat dengan ketegangan yang berkepanjangan atas isu-isu seperti korupsi dan ketidaksetaraan. Pemerintah pun berjuang untuk memerangi kekerasan yang sedang berlangsung antara kelompok-kelompok bersenjata ilegal dan secara signifikan mengurangi rekor tingkat tanaman kota.

Duque terpilih tahun lalu dan berjanji untuk mengubah aspek-aspek penting dari perjanjian damai tahun 2016 dengan para pemberontak kiri yang mempolarisasi negara itu. Pengunjuk rasa menuntut untuk implementasi yang lebih kuat.

Dalam 15 bulan pertama pemerintahannya, Duque menyaksikan peringkat persetujuannya anjlok hingga 26 persen dan mengalami serangkaian kemunduran yang memalukan. "Kolombia sedang menghadapi serangkaian masalah rumit yang sama sulitnya dengan yang terjadi dalam sejarahnya baru-baru ini," kata ahli dan direktur program Amerika Latin di Woodrow Wilson International Center for Scholars Cynthia Arnson.

Ekonomi Kolombia telah tumbuh pada tingkat yang lebih cepat tahun ini. Akan tetapi negara itu masih memiliki salah satu tingkat ketimpangan tertinggi di Amerika Selatan. Hampir 11 persen orang Kolombia kehilangan pekerjaan dengan angka yang melonjak menjadi 17,5 persen untuk dewasa muda.

Menurut pihak berwenang, 146 orang telah ditahan selama dua hari. Setidaknya 151 petugas polisi dan militer terluka serta 122 warga sipil menderita luka ringan dan inhalasi gas air mata.

Pergolakan terjadi ketika Amerika Latin mengalami gelombang ketidakpuasan, dengan demonstrasi besar-besaran di negara-negara termasuk Cile, Bolivia, dan Ekuador. Masyarakat merasa tidak puas atas kinerja kepala negara dan politikus yang tidak bisa memperbaiki keadaan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement