Selasa 03 Dec 2019 14:00 WIB

Diduga Menulis Soal Demo Hong Kong, TKI Dideportasi

TKI bernama Yuli Riswati dideportasi karena diduga menulis soal demonstrasi Hong Kong

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Massa pendukung demokrasi mengibarkan bendera pada aksi unjuk rasa yang dilakukan pekerja industri advertising di Hong Kong Senin (2/12).
Foto: VIncent Thian/AP
Massa pendukung demokrasi mengibarkan bendera pada aksi unjuk rasa yang dilakukan pekerja industri advertising di Hong Kong Senin (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Surabaya bernama Yuli Riswati dideportasi karena diduga meliput dan menyiarkan demonstrasi Hong Kong. Dia ditangkap kemudian diadili November lalu, hingga dideportasi Senin (3/12).

Pendukung Yuli menuduh pemerintah Hong Kong mendeportasinya karena telah melaporkan dan menerbitkan artikel kerusuhan demo di halaman Facebooknya. Tulisan tersebut juga dipublikasikan untuk situs berita independen Indonesia, Migran Pos, yang telah ia luncurkan pada bulan Maret. Departemen Imigrasi menolak berkomentar tentang kasus-kasus individual.

Baca Juga

Dilansir laman South China Morning Post, Departemen Imigrasi Hong Kong menekankan bahwa hukum Hong Kong memberi pihaknya kekuatan untuk menangkap, menahan, menuntut, dan mendeportasi siapa pun karena melanggar persyaratan tinggal mereka. Seorang juru bicara departemen mengatakan pihaknya selalu menangani kasus secara adil dan tidak memihak sebelum membuat keputusan.

Koordinator Regional Federasi Pekerja Rumah Tangga International yang berafiliasi di 55 negara, Fish Ip Pui-yu, mengatakan Yuli lupa untuk memperbarui visa kerjanya yang berakhir pada Juli. Petugas imigrasi datang ke apartemennya pada September dan menangkapnya.

"Selama 20 tahun (sebagai aktivis), saya belum pernah mendengar tentang petugas imigrasi yang menangkap pekerja rumah tangga di flat majikan mereka karena visa mereka kedaluwarsa," kata Ip.

Pengacara Yuli, Chau Hang-tung, juga mengatakan hal serupa. Dia belum pernah mendengar tentang penangkapan seperti itu. Tetapi ia mengakui petugas imigrasi diizinkan secara hukum untuk melakukannya.

Aktivis lain juga mengatakan Departemen Imigrasi akan selalu mengizinkan pekerja rumah tangga untuk memperbarui paspor mereka jika majikan mereka menulis surat ke departemen yang mendukung perpanjangan tersebut. Bahkan jika pernyataan disampaikan setelah berakhirnya masa berlaku. 

Majikan Yuli telah melakukannya setelah visanya kedaluwarsa. Selama persidangan bulan lalu, jaksa tidak memberikan bukti dan mencabut dakwaan tinggal lebih lama terhadap Yuli. Chau mengatakan ketika Yuli berkunjung ke kantor imigrasi Teluk Kowloon hari itu, dia kemudian dikirim ke Pusat Imigrasi Castle Peak Bay.

Wanita 39 tahun itu menghabiskan hampir sebulan di sana sebelum terbang kembali ke Indonesia pada Senin. Ip mengatakan pekan lalu departemen imigrasi mengatakan kepada Yuli jika dia mencabut aplikasi perpanjangan visanya, dia tidak harus menghadapi penahanan lagi dan bisa kembali ke Indonesia. Menurut Ip, Yuli akhirnya setuju akan hal ini karena dia merasa tidak sehat. 

Pada September, Yuli, yang bekerja di Hong Kong selama sekitar satu dekade, berbicara kepada surat kabar berbahasa Cina Ming Pao tentang peliputan aksi demonstrasi. Sebelum akhirnya protes membara pada Juni, ia kerap menulis tentang kegiatan pekerja Indonesia di Hong Kong.

Namun sejak protes dimulai, dia menghadiri demonstrasi setiap Ahad di mana ia mendapat hari libur. Dia mengatakan kepada Ming Pao bahwa artikelnya faktual dan tidak membawa pendapat pribadinya. 

Teresa Liu Tsui-lan, Direktur Pelaksana Pusat Layanan Ketenagakerjaan Teknik, juga mengatakan dia belum pernah mendengar petugas imigrasi menangkap pekerja rumah tangga di rumah mereka karena visa kedaluwarsa dalam 30 tahun masa kerjanya. Namun, Liu menolak untuk meyakini bahwa Yuli dideportasi karena menulis tentang protes. "Mungkin ada alasan lain yang tidak diumumkan," katanya.

Manajer umum dari LSM Misi untuk Pekerja Migran, Cynthia Abdon-Tellez juga mengatakan kasus Yuli jarang terjadi. Juru bicara Badan Koordinasi Migran Asia, Eman Villanueva mengatakan, kasus Yuli bukan praktik biasa bagi departemen untuk pergi ke tempat karyawan kemudian menangkapnya karena tinggal lebih lama.

Kendati demikian, pada saat yang sama langkah departemen juga bukan tidak mungkin, terutama jika departemen telah diinfokan untuk tinggal lebih lama. "Tahun lalu, Yuli dianugerahi Penghargaan Sastra Taiwan untuk Migran atas tulisannya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement