Kamis 05 Dec 2019 12:04 WIB

Bali Democracy Forum Ke-12 Soroti Isu Partisipasi Perempuan

Menlu Retno Marsudi menyebut peningkatan peran perempuan penting dalam demokrasi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Bali Democracy Forum ke-12 dimulai di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Kamis (5/12)
Foto: Republika/Fergi Nadira
Bali Democracy Forum ke-12 dimulai di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Kamis (5/12)

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Bali Democracy Forum (BDF) ke-12 dimulai Kamis (5/12) di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali. Isu partisipasi perempuan menjadi nilai yang secara khusus disoroti BDF tahun ini. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, peningkatan peran perempuan penting dalam demokrasi.

"Saya sangat gembira sudah merencanakan akan ada empat Menlu perempuan yang bicara dalam satu panel yakni Menlu Namibia, Menlu Australia, dan Menlu Kenya yang membahas mengenai woman leadership inclusion and state of democracy. Keempat menlu ini mewakili tiga benua Afrika, Asia, dan Australia," ungkap Retno.

Baca Juga

Retno menekankan bahwa forum ini menjadi salah satu platform utama di kawasan untuk saling bertukar pikiran, pengalaman, dan langkah-langkah yang dilakukan sebuah negara di dalam demokrasi maupun isu yang terkait demokrasi.

BDF dirancang untuk mempromosikan dan menumbuhkan nilai-nilai demokrasi progresif di kawasan Asia Pasifik. "BDF telah menjadi platform utama untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mendorong kesetaraan, saling pengertian, dan inklusivitas, mengelola keanekaragaman, termasuk dalam implementasi demokrasi," ujar Retno dalam pembukaan BDF yang dihadiri 90 negara.

 

"Ada no one size fits all dalam demokrasi," ujarnya menambahkan.

BDF ke-12 kali ini mengambil tema Demokrasi yang Inklusif di mana ada keterkaitan erat antara inklusivitas dengan kerapuhan sebuah negara. Retno menjelaskan terdapat tiga elemen inklusivitas berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Penelitian yang melibatkan 209 negara atau entitas ini bertujuan mengukur korelasi antara tiga elemen inklusivitas. Tiga elemen itu yakni kualitas kebebasan (demokrasi), inklusivitas, dan kerapuhan sebuah negara.

Semakin inklusif sebuah negara, maka negara tersebut akan semakin tidak rapuh atau stabil. Oleh karenanya proses demokrasi memerlukan partisipasi dan kontribusi aktif seluruh lapisan masyarakat. "Keterlibatan inklusif tanpa memandang latar belakang menjadi keniscayaan dalam demokrasi dan inilah esensi dari sebuah demokrasi yang inklusif," ujar Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement