Kamis 05 Dec 2019 16:48 WIB

Hadapi Aksi Mogol Massal, Warga Prancis Beralih ke Sepeda

Ini agar warga tetap dapat beraktivitas ketika transportasi umum berhenti beroperasi.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Endro Yuwanto
Suasana stasiun Montparnasse yang lengang akibat aksi mogok massal pekerja di Prancis.
Foto: AP/Michel Euler
Suasana stasiun Montparnasse yang lengang akibat aksi mogok massal pekerja di Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis menghadapi aksi pemogokan transportasi besar-besaran dan berskala nasional pada Kamis (5/12). Dalam rangka antisipasi aksi mogok tersebut, warga Paris mulai mengeluarkan sepeda dari dalam gudang dan memperbaikinya.

Hal ini dilakukan agar warga tetap dapat beraktivitas ketika transportasi umum berhenti beroperasi. "Saya belum pernah melihat begitu banyak orang mengambil sepeda tua yang berdebu dari gudang bawah tanah mereka," ujar seorang mekanik di bengkel sepeda di wilayah Left Bank Julien.

Akibat aksi mogok tersebut, kereta SNCF hanya mengoperasikan satu dari 10 komuter yang tersedia. Sementara kereta TGV berkecepatan tinggi akan tetap beroperasi. Selain itu, Eurostar dan Thalys telah membatalkan separuh dari layanan mereka. Pemerintah juga telah meminta maskapai penerbangan membatalkan 20 persen jadwal penerbangan.

Aksi pemogokan transportasi besar-besaran ini bertujuan menentang rencana pemerintah untuk mereformasi sistem pensiun. Serikat pekerja tidak menetapkan tanggal akhir untuk aksi pemogokan tersebut.

“Apa yang harus kami lakukan adalah menutup ekonomi," ujar pejabat senior dari serikat pekerja Force Ouvriere, Christian Grolier, kepada Reuters.

Presiden Prancis Emmanuel Macron ingin menyederhanakan 40 sistem pensiun menjadi satu sistem berbasis poin tunggal. Macron mengatakan, sistem pensiun yang berjalan saat ini tidak adil dan terlalu mahal.

Macron menginginkan sistem pensiun dengan poin tunggal sehingga setiap pensiunan memiliki hak yang sama. Upaya reformasi pensiun pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Mantan presiden Prancis, Jacques Chirac, pada 1995 akhirnya menyerah terhadap tuntutan serikat pekerja yang telah berminggu-minggu menggelar aksi protes sehingga melumpuhkan kegiatan perekonomian.

Kepala serikat pekerja CFDT, Laurent Berger mengatakan, lingkungan sosial pada saat ini cenderung lebih keras ketimbang 1995 lalu. "Dalam hal ketegangan, kohesi sosial, dan putusan dalam masyarakat jauh lebih buruk di masa sekarang," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement