Rabu 11 Dec 2019 16:48 WIB

AS Diminta Pertimbangkan Sanksi Bagi Menteri India

India meloloskan undang-undang yang mendiskriminasi Muslim.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri India Narendra Modi
Foto: AP Photo/Mahesh Kumar A.
Perdana Menteri India Narendra Modi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (AS) mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan sanksi terhadap Menteri Dalam Negeri India Amit Shah. Desakan ini datang setelah Majelis Rendah India (Lok Sabha) meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mendiskiriminasikan Muslim pada Senin (9/12) lalu.

Shah adalah rekan dekat Perdana Menteri Narendra Modi. Mereka berdua merupakan tokoh penting di Partai Bharatiya Janata (BJP) yang mendorong Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAB).

Baca Juga

Peraturan baru itu akan memberikan kewarganegaraan bagi warga Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan kepada umat Buddha, Kristen, Hindu, Jain, Parsis dan Sikh. Penawaran itu tidak memasukkan Muslim, sehingga dipandang sebuah upaya diskriminasi. Padahal, konstitusi India kesetaraan hukum bagi orang-orang dari semua agama.

"Jika CAB disahkan di kedua majelis Parlemen, pemerintah Amerika Serikat harus mempertimbangkan sanksi terhadap Menteri Dalam Negeri dan kepemimpinan utama lainnya," kata panel dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Aljazirah.

Panel tersebut merupakan badan bipartisan yang membuat rekomendasi kebijakan luar negeri kepada kepemimpinan AS. Kementerian Luar Negeri India menyebut pernyataan panel itu tidak akurat.

Lembaga tersebut mengatakan, RUU itu berusaha untuk membantu menyelamatkan dari menganiaya minoritas agama yang sudah ada di negara itu. "Itu berusaha untuk mengatasi kesulitan mereka saat ini dan memenuhi hak asasi manusia mereka," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India Raveesh Kumar.

Meloloskan RUU tersebut adalah janji kunci ketiga yang telah disampaikan pemerintahan Modi sejak Agustus. Saat ini, BJP harus mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok regional yang lebih kecil untuk mendorong RUU tersebut melalui Majelis Tinggi Parlemen (Rajya Sabha) pekan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement