Rabu 11 Dec 2019 00:01 WIB

Malta Menentang Permukiman Ilegal Israel di Palestina

Malta menilai permukiman Israel melanggar hukum internasional.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Pemerintah Malta menentang proyek permukiman ilegal Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Menurutnya hal itu melanggar hukum internasional. Malta menegaskan dukungan terhadap solusi dua negara. 

Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Malta Carmelo Abela saat bertemu Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Maliki di sela-sela Mediterranean Dialogues Forum di Roma, Italia. 

Baca Juga

"Abela menegaskan kepada Maliki tentang kepatuhan Malta terhadap solusi dua negara dan dukungannya yang kuat untuk resolusi PBB terkait Palestina, ilegalitas permukiman Israel, dan keingannya untuk terus memainkan perannya dengan mendukung hak-hak rakyat Palestina, baik dari posisinya di Uni Eropa atau di forum internasional," kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya pada Senin (9/12). 

Abela dan Maliki juga membahas tentang keputusan terbaru Amerika Serikat (AS) yang tak lagi menganggap ilegal permukiman Israel di wilayah Palestina. Menurut Maliki, langkah Washington itu merupakan lampu hijau bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menganeksasi atau mencaplok lebih banyak tanah milik Palestina. 

Mereka pun membahas tentang posisi Uni Eropa merepons keputusan terbaru AS. Uni Eropa tetap pada posisinya, menentang proyek permukiman ilegal Israel karena melanggar hukum internasional. 

"Posisi Uni Eropa pada kebijakan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki jelas dan tetap tidak berubah. Semua aktivitas permukiman ilegal di bawah hukum internasional dan itu mengikis kelayakan solusi dua negara serta prospek untuk perdamaian permanen, seperti ditegaskan kembali oleh Resolusi 2334 Dewan Keamanan PBB," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini pada 18 November lalu. 

Pernyataan itu dirilis Mogherini tak lama setelah AS mengumumkan kebijakan terbarunya terkait permukiman Israel di wilayah Palestina. Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement