Senin 16 Dec 2019 16:15 WIB

Sempoa Semakin Popular Digunakan Belajar Menghitung di Australia

Sempoa melatih agar otak tetap aktif dan juga bagus bagi ingatan

Red:
.
.

Sempoa alat hitung asal Asia sekarang semakin banyak digunakan untuk membantu anak-anak di Australia untuk meningkatkan kemampuan matematika. Gabriella Sheh senang ikut les matematika di salah satu tempat kursus sore hari dan akhir pekan di Sydney.

Anak perempuan berusia 10 tahun tersebut menyenanginya karena satu alasan karena dia belajar menggunakan sempoa.

"Saya kira lebih menantang dan lebih senang menggunakan sempoa dibandingkan kalkulator, karena kita menggunakan otak, dan kalau kalkulator hanya memencet beberapa angka saja," kata Gabriella yang belajar menggunakan sempoa di tempat kursus bernama CMA Mental Arithmetic di Chatswood.

Anthony Hua yang berusia enam tahun adalah murid termuda dari kelas yang berisi delapan murid sekolah dasar di sana. Dengan cepat, Anthony bisa menjumlahkan berbagai angka mengunakan sempoa tesebut.

 

Sudah lama digunakan di Asia, sempoa di Australia semakin populer dengan orang tua ingin meningkatkan kemampuan berhitung anak-anak mereka dan juga bagian dari budaya kalangan keluarga asal Asia.

Guru matematika Benson Ng, yang menjadi guru kursus, pertama kali belajar sempoa di Taiwan lebih dari 10 tahun lalu dan mulai mengajar di Australia sejak tahun 2009.

Benson Ng mengatakan bahwa sempoa ini membuat otak bekerja lebih keras. "Mereka jadi lebih tajam, mereka bisa menghitung sederhana dengan cepat."

Manfaat dari belajar menggunakan sempoa ini menurut Benson Ng, tidak sekedar membantu di bidang matematika saja.

"Ini melatih agar otak tetap aktif dan juga bagus bagi ingatan, juga bagi mendengarkan, observasi dan imajinasi."

Tracy Li, yang memiliki dua anak yang ikut kursus, setuju dengan pendapat tersebut.

Dia masih ingat ketika anak-anak belajar menggunakan sempoa di Guangzhou, dan ingin agar kedua anaknya yang lahir di Australia juga mendapatkan pengalaman serupa.

"Saya sudah tahu bagaimana menggunakan sempoa sejak saya tinggal di China 17 tahun lalu. Dulu saya juga ikut kursus di luar jam sekolah." kata Li.

"Sempoa adalah bagian dari budaya Asia, tetapi bagus untuk membuat otak berkembang. Ini akan membantu anak-anak saya melakukan penghitungan sederhana."

Diperkenalkan pertama kali di China di tahun 1400-an, sempoa banyak digunakan oleh pemilik toko dan akuntan sebelum kemudian ada komputer di abad 20.

Penggunaannya secara komersial memang menurun namun sempoa masih tetap popular digunakan untuk belajar menghitung bagi anak-anak sekolah di Asia, khususnya di China, Korea dan Jepang.

Di Japan, alat ini dikenal dengan nama "soroban' dan sempoa ini diajarkan di sekolah.

Di sana bahkan ada turnamen nasional dimana anak-anak sekolah bertanding untuk siapa paling cepat menyelesaikan penghitungan.

 

Dengan kepopulerannya di Asia tidak menurun, menurut Steson Lo dari Fakultas Psikologi UNSW di Sydney, semakin banyak anak-anak sekolah belajar menggunakan sempoa di Australia.

"Kursus sempoa ini tampaknya meledak dalam 10 tahun terakhir, khususnya di kota-kota besar di Australia, namun juga saya mendengar di kota-kota kecil juga terjadi peningkatan." kata Dr Lo.

"Penggunaan sempoa sudah memililiki sejarah panjang di Asia, dan beberapa orang sudah terbiasa dengan penggunaannya, dan ingin membantu anak-anak mereka terlibat dalam kegiatan yang pernah mereka lakukan dulu." katanya lagi.

Dr Lo mengatakan dengan siswa Australia mengalami kesulitan belajar matematika dibandingkan murid dari negara maju lainnya, sempoa ini berpotensi besar digunakan lebih umum.

Laporan yang dikeluarkan baru-baru ini menunjukkan bahwa hasil rerata siswa Australia yang berusia 15 tahun mendapat hasil sedikit di atas rata-rata negara maju yang tergabung dalam OECD di mata pelajaran matematika.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa siswa Australia tiga tahun tertinggal dibandingkan murid China dalam subjek yang sama, padahal di tahun 2003 ketertinggalannya hanya setahun.

"Akan menarik sekali bila ada aspek dari kurikulum sempoa ini dimasukkan ke dalam kurikulum mata pelajaran Australia." kata Dr Lo.

"Setiap murid belajar dengan cara yang berbeda, jadi bila ada cara yang berbeda-beda bagi siswa untuk memecahkan soal matematika, maka itu merupakan hal yang positif." katanya.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement