Senin 16 Dec 2019 10:01 WIB

Sekjen PBB Guterres Kecewa Hasil KTT Iklim COP25

Negosiator menunda regulasi pasar karbon di KTT Iklim COP25.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Sekjen PBB Antonio Guterres
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
Sekjen PBB Antonio Guterres

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kecewa dengan hasil akhir dari pertemuan tingkat tinggi konferensi iklim COP 25 di Madrid, Spanyol. Rekor pembicaraan iklim PBB berakhir dengan kesepakatan negosiasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang membuat banyak orang kecewa.

Guterres menilai, negara-negara menyia-siakan kesempatan baik dalam penanganan isu perubahan iklim dan pemanasan global. "Saya kecewa dengan hasil COP25," ujar Guterres dikutip BBC, Senin (16/12). 

Baca Juga

"Komunitas internasional kehilangan kesempatan penting untuk menunjukkan ambisi yang meningkat pada mitigasi, adaptasi, dan keuangan untuk mengatasi krisis iklim," ujarnya menambahkan.

Setelah negosiasi panjang, delegasi dari hampir 200 negara di KTT iklim COP25 memang mencapai kesepakatan untuk meningkatkan respons global mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, para negosiator pada Ahad (15/12) menunda kesepakatan tentang regulasi pasar karbon, salah satu masalah paling kritis dan kontroversial di konferensi perubahan iklim ini.

KTT Iklim di Madrid pun berakhir tanpa ada terobosan baru. Deklarasi terakhir hanya menyerukan proposal baru tentang janji pengurangan emisi karbon pada COP26 tahun depan. Deklarasi tersebut juga menyerukan lebih banyak ambisi untuk menutup kesenjangan antara janji emisi yang ada dan tujuan dari perjanjian iklim Paris 2015.

Pleno penutupan COP25 akhirnya dimulai pada Ahad pagi waktu setempat. Penutupan itu lebih dari 36 jam setelah konferensi dijadwalkan selesai pada Jumat malam, yang melampaui COP di Durban 2011 sebagai COP terpanjang hingga saat ini.

"Secara umum Anda dapat melihat bahwa negara-negara menganggap serius (landmark) Perjanjian Paris, dan sejumlah besar negara ingin bergerak maju," ujar Christoph Bals, direktur kebijakan di NGO Germanwatch, Christoph Bals seperti dilansir Aljazirah.

Kendati demikian, ia menggarisbawahi bahwa konflik yang berkelanjutan antara negara-negara termasuk Amerika Serikat, Australia dan Brasil, di mana model bisnis sangat terkait dengan industri fosil (bahan bakar), jelas terlihat selama negosiasi. Ditanya apakah konflik mengenai pasar karbon akan berlanjut di tahun-tahun mendatang, Bals mengatakan konflik akan berlangsung selain di forum internasional, tetapi juga di tingkat nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement