Senin 06 Jan 2020 07:10 WIB

Demonstran Hong Kong Protes Perdagangan Paralel dari China

Lebih dari seribu pengunjuk rasa di Hong Kong berkumpul di kota dekat perbatasan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Demonstran Hong Kong protes perdagangan paralel dari China. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Demonstran Hong Kong protes perdagangan paralel dari China. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Lebih dari seribu pengunjuk rasa di Hong Kong berkumpul di sebuah kota dekat perbatasan pada Ahad (5/1). Para demonstran di Sheung Shui melampiaskan kemarahan pada pedagang paralel dari China.

China membeli sejumlah besar barang bebas bea di Hong Kong dan membawa kembali ke daratan untuk berjualan dengan lebih banyak untung. Penduduk setempat mengatakan cara itu menaikkan harga dan menambah ketegangan antara penduduk Hong Kong dan China daratan.

Baca Juga

"Orang China daratan datang ke sini, memblokir jalan-jalan dengan tas mereka, harga sewanya naik, dan itu membuat segalanya menjadi lebih mahal bagi warga Hong Kong," kata siswa berusia 19 tahun yang berpakaian serba hitam bernama Jasmin.

Para demonstran, termasuk keluarga dengan anak-anak, meneriakkan slogan-slogan seperti "Bebaskan Hong Kong, Revolusi zaman kita!" dan "Patriot menggunakan produk-produk buatan China, jangan berdagang paralel!". Aksi ini pun berjalan damai.

Tapi, polisi tetap mengawal unjuk rasa tersebut dengan patroli menggunakan peralatan anti huru hara. Mereka berdiri di stasiun kereta kota dan di beberapa daerah di sepanjang rute pawai yang telah menerima izin polisi.

Meski sebagian besar damai, polisi mengatakan di halaman Facebook mereka menembakkan gas air mata untuk membubarkan sekelompok pemrotes yang melemparkan bom bensin ke pagar kantor polisi Sheung Shui sebelum pawai. Peristiwa itu pun merusak satu kendaraan polisi dan banyak toko di daerah itu pun ditutup.

Protes anti-pemerintah di Hong Kong terjadi sejak Juni atas Rancangan Undang-Undang ekstradisi yang sudah ditarik. Namun, sejak itu demonstrasi berkembang menjadi gerakan yang lebih luas, dengan tuntutan termasuk hak pilih universal dan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement