Senin 20 Jan 2020 00:43 WIB

Demonstran Hong Kong Serukan Boikot Partai Komunis China

Aksi demonstrasi Hong Kong berujung ricuh.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Polisi SWAT mengepung demonstran Hong Kong yang menyerukan boikot Partai Komunis China di Hong Kong, Ahad (19/1).
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Polisi SWAT mengepung demonstran Hong Kong yang menyerukan boikot Partai Komunis China di Hong Kong, Ahad (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aksi demonstrasi di Hong Kong masih terus berlangsung di Hong Kong, Ahad (19/1). Massa menyerukan reformasi pemilu dan pemboikotan Partai Komunis China (PKC).

Dengan menggunakan pakaian hitam dan masker wajah, para pengunjuk rasa berkumpul di Chater Garden. Lokasinya tak jauh dari gedung Dewan Legislatif China. Mereka mengusung papan dan poster bertuliskan "Bebaskan Hong Kong". Ada pula yang mengibar-ngibarkan bendera Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Baca Juga

Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Sebuah truk meriam air dan jip lapis baja disiagakan.

"Semua orang mengerti ada risiko penghentian dan pencarian atau penangkapan massal. Saya menghargai orang-orang Hong Kong yang tetap berani, meskipun ada risiko," kata salah satu penyelenggara aksi, Ventus Lau.

Unjuk rasa semula berjalan damai. Namun, kericuhan tak dapat dihindari saat massa mulai memblokade jalan dan menghancurkan lampu lalu lintas. Personel kepolisian pun mengejar dan menangkap beberapa demonstran.

Kepolisian Hong Kong mengatakan dua personelnya diserang demonstran menggunakan tongkat kayu dan mengalami luka di bagian kepala. "Mengingat insiden kekerasan, polisi telah meminta penyelenggara menghentikan pertemuan publik dan mendesak peserta (aksi) meninggalkan daerah itu dengan transportasi umum," kata kepolisian Hong Kong dalam sebuah pernyataan.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni tahun lalu. Pemicu utama pecahnya demonstrasi adalah rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana.

Jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke China daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun, hal itu tak serta merta menghentikan aksi demonstrasi.

Massa menuntut Lam mundur dari jabatannya sebagai pemimpin eksekutif. Lam dianggap terlalu lekat dengan Beijing. Massa pun mendesak aksi kekerasan oleh aparat keamanan diusut tuntas.

Selama demonstrasi berlangsung, otoritas Hong Kong telah menangkap sedikitnya 7.000 orang. Banyak di antara mereka dituding dengan pasal tindakan kerusuhan. Hal itu berpotensi membawa hukuman penjara maksimal hingga 10 tahun.

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement