Rabu 22 Jan 2020 11:48 WIB

AS Desak China Ikut Perundingan Pembatasan Senjata Nuklir

Perundingan senjata nuklir akan dibahas bersama AS, Rusia, dan China.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Ledakan akibat uji coba senjata nuklir, ilustrasi
Foto: AP
Ledakan akibat uji coba senjata nuklir, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mendesak China bergabung dalam perundingan senjata nuklir trilateral dengan Rusia. Washington menilai ketertutupan dan kerahasian Beijing terkait cadangan nuklir merupakan ancaman serius bagi stabilitas strategis. 

"Kami pikir, mengingat fakta bahwa cadangan nuklir China diperkirakan akan berlipat ganda dalam sepuluh tahun ke depan, sekarang adalah saatnya untuk mengadakan diskusi trilateral," kata duta besar AS untuk perlucutan senjata Robert Wood menjelang pembukaan Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa, Swiss. 

Baca Juga

Wood mengungkapkan AS telah membahas tentang potensi perundingan senjata nuklir trilateral dengan Rusia. Kedua negara, kata dia, telah menyamakan pemahaman tentang perlunya perjanjian seperti itu. 

Dia berharap Rusia dan negara lain dapat mendorong China agar bersedia bergabung. "Semoga seiring waktu dan melalui pengaruh pihak lain selain AS, mereka (China) akan hadir. Kami pikir sangat penting bagi keamanan global agar Cina melakukan hal itu," ujar Wood. 

Tahun lalu, Presiden AS Donlad Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah membahas tentang penyusunan perjanjian baru tentang pembatasan senjata nuklir. Trump berharap China pun dapat disertakan di dalamnya. Namun sejauh ini China belum memberikan respons positif atas inisiatif tersebut. 

AS dan Rusia diketahui telah sama-sama keluar dari perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF) yang ditandatangani pada 1987. Perjanjian tersebut melarang kedua belah pihak memproduksi atau memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer. 

Bubarnya INF telah memicu kekhawatiran dari negara-negara Eropa. Sebab selama ini, INF dianggap sebagai fondasi keamanan di kawasan tersebut. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement