Jumat 03 Jan 2020 06:07 WIB

Netanyahu Minta Kekebalan dari Tuduhan Korupsi

Netanyahu didakwa atas tuduhan menerima suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Netanyahu Minta Kekebalan dari Tuduhan Korupsi. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: AP Photo/Oded Balilty
Netanyahu Minta Kekebalan dari Tuduhan Korupsi. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dirinya akan mencari kekebalan parlemen dari tuduhan korupsi yang menjeratnya, Rabu (1/1). Hal ini memungkinkan akan menuda persidangannya sampai setelah pemilihan umum Maret mendatang.

Pada November 2018, Netanyahu didakwa atas tuduhan menerima suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan. Namun, berulang kali Netnyahu menyangkal tuduhan tersebut.

Baca Juga

Setelah gagal mengumpulkan mayoritas pemerintahan pada pemilihan umum tahun lalu, Netanyahu mendapatkan kesempatan ketiga untuk tetap berada di parlemen pada Maret sehingga membuatnya meminta dukungan parlemen agar kekebalan diberikan.

Pengumuman Netanyahu terbaru ini pada dasarnya mengubah pemilihan yang akan datang menjadi referendum tentang kekebalan dia terhadap hukum, atau dia mundur sebagai perdana menteri hingga harus diadili. Sebuah survei menunjukkan mayoritas orang Israel menentang memberinya kekebalan.

Dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Netanyahu mengulangi pernyataannya dia adalah korban persekongkolan yang tidak adil, menyerang jaksa, media, dan musuh politiknya. Mengklaim kredit untuk serangkaian prestasi ekonomi dan keamanan di genggamannya, ia mengatakan akan berusaha untuk menerapkan hukum yang akan melindunginya dari penuntutan selama ia masih menjabat.

"Untuk terus memimpin Israel menuju prestasi besar, saya bermaksud untuk mendekati pembicara Knesset sesuai dengan bab 4C hukum, untuk memenuhi hak saya, tugas saya dan misi saya untuk terus melayani Anda untuk masa depan. Israel," kata Netanyahu seperti dikutip laman Huffington Post, Kamis (2/1).

Netanyahu sebagai pemimpin terlama di negara itu, dituduh telah menerima hadiah dari pengusaha kaya dan memberikan bantuan untuk mencoba mendapatkan liputan pers yang lebih positif. Biasanya, permintaan kekebalan perlu disetujui oleh Komite DPR parlemen dan kemudian diajukan untuk pemungutan suara penuh. Meski demikian, Komite DPR kini tidak ada karena pemerintah tidak pernah dibentuk setelah pemilihan September. Proses pengadilan tidak dapat dimulai sampai masalah kekebalan diselesaikan.

Menurut Netanyahu, dirinya tidak menghindari keadilan. Jika harus ke pengadilan, dia akan melawan tuduhan palsu. "Undang-undang ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pejabat terpilih dapat melayani rakyat sesuai dengan kehendak rakyat," katanya.

Jika Netanyahu berhasil mengumpulkan mayoritas 61 kursi yang mendukung kekebalan, dia akan menghindari tuntutan. Sementara itu, Partai oposisi Blue and White mengatakan, pihaknya akan berupaya membentuk Komite DPR sebelum pemilihan Maret guna mengambil langkah dalam masalah kekebalan. Meski masih belum jelas apakah itu akan berjalan atau tidak.

Ketua Parlemen Yuli Edelstein yang merupakan nggota Partai Likud Netanyahu, mengatakan dia akan mengadakan pembicaraan mengenai masalah ini pekan depan. Sementara pemimpin Blue and White Party, Benny Gantz menilai pengumuman Netanyahu adalah hari yang menyedihkan.

"Saya tidak pernah membayangkan kita akan melihat hari perdana menteri Israel akan menghindari berdiri di depan hukum dan sistem peradilan," kata Gantz. "Hari ini jelas apa yang kita perjuangkan. Netanyahu tahu dia bersalah," ujarnya.

Pada Selasa, Mahkamah Agung Israel memulai diskusi tentang masalah pelanggaran hukum oleh pemimpin. Jika pengadilan memutuskan Netanyahu tidak memenuhi syarat, pengadilan berpotensi mengakhiri karier politiknya selama tiga dasawarsa setelah pemilu Maret.

Pengadilan tidak memberikan indikasi kapan akan mengeluarkan putusan tentang kasus yang sensitif secara politik. Diskualifikasi Netanyahu akan sangat memecah belah bangsa dan memicu krisis hukum atas pemisahan kekuasaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement