Jumat 24 Jan 2020 14:00 WIB

PBB Sambut Keputusan Mahkamah Internasional Soal Rohingya

Para pejabat Myanmar kini berkewajiban mencegah kekerasan terhadap Rohingya.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
PBB Sambut Keputusan Mahkamah Internasional Soal Rohingya. Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
PBB Sambut Keputusan Mahkamah Internasional Soal Rohingya. Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyambut keputusan Badan Hukum PBB, Mahkamah Internasional (ICJ) yang memerintahkan Myanmar mencegah genosida lebih lanjut terhadap minoritas Muslim Rohingya. Sebuah pernyataan dari juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric menyuarakan dukungan Guterres atas keputusan bulat para hakim ICJ bahwa Myanmar harus berbuat lebih banyak untuk melindungi Rohingya.

"Para pejabat Myanmar kini berkewajiban mencegah kekerasan terhadap Rohingya, termasuk membunuh, menyebabkan kerusakan fisik atau mental yang serius, dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan yang diperhitungkan yang menyebabkan kehancuran kelompok dan menerapkan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegahnya," kata Dujarric mengutip Guterres dikutip Anadolu Agency, Jumat (24/1).

Baca Juga

Guterres mencatat instruksi pengadilan kepada Myanmar untuk memastikan militer Myanmar, setiap unit bersenjata, serta setiap organisasi dan orang yang berada di bawah kendali mereka, tidak melakukan tindakan genosida. Juru bicara PBB juga mendesak pemerintah di ibu kota Myanmar, Naypyitaw memastikan bukti dari penumpasan 2017 terhadap minoritas yang kebanyakan Muslim di negara bagian Rakhine.

Sebelumnya, negara Gambia yang mayoritas Muslim di Afrika membawa kasus ICJ terhadap Myanmar setelah lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh. Para pengungsi itu menceritakan kisah mengerikan tentang pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan massal oleh pasukan keamanan Myanmar.

Gambia membawa kasus ini dengan dukungan dari 57 negara Organisasi untuk Kerja Sama Islam. Keputusan ICJ memang mengikat, tetapi pengadilan tidak memiliki sarana untuk menegakkan keputusan. Putusan ICJ ini tidak disertai perangkat penegakan hukum.

Myanmar selalu mempertahankan kampanye militernya untuk mengatasi ancaman ekstremis di negara bagian Rakhine. Pemimpin de facto negara itu, Aung San Suu Kyi, membela negaranya melawan klaim di ICJ bulan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement