Ahad 26 Jan 2020 05:51 WIB

Kematian Akibat Virus 42 Orang, Xi: Kondisi China Genting

Sebanyak 1.372 orang penduduk China dipastikan sudah terinfeksi virus corona.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Endro Yuwanto
Corona virus
Foto: AP
Corona virus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Novel 201 coronavirus (2019 n-Cov) terus menelan korban di China. Otoritas Cina mengonfirmasi hingga Sabtu (24/1) malam, jumlah kematian melonjak menjadi 42 orang.

Lebih dari 1.400 orang terinfeksi di seluruh dunia, dan hampir 1.372 orang di antaranya yang terinfeksi adalah penduduk China. Karena itu, Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa Cina sedang menghadapi situasi genting. Pada Sabtu (25/1) waktu setempat, Xi mengadakan pertemuan politbiro untuk membahas langkah-langkah percepatan dalam memerangi wabah.

Baca Juga

Kian meluas dan masifnya penyebaran virus membuat para pejabat di Provinsi Hubei, meminta masker dan pakaian pelindung.

"Kami terus mendorong pengendalian dan pencegahan penyakit. Tapi saat ini kami sedang menghadapi krisis kesehatan masyarakat yang sangat parah," ujar Wakil Direktur Jenderal Departemen Urusan Sipil, Hu Yinghai dilansir Reuters, Ahad (26/1).

Virus ini juga telah terdeteksi di Hong Kong, Thailand, Vietnam, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Nepal, dan Amerika Serikat. Hong Kong menyatakan darurat virus, membatalkan perayaan Imlek, dan membatasi akses ke daratan China.

Di Hong Kong, lima kasus telah dikonfirmasi. Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan, penerbangan dan perjalanan kereta api antara Hong Kong dan Wuhan akan dihentikan. Sekolah-sekolah di Hong Kong yang sedang libur Tahun Baru Imlek akan tetap ditutup hingga 17 Februari.

Australia mengonfirmasi empat kasus pertamanya pada Sabtu. Sementara Malaysia mengonfirmasi empat kasus dan Prancis melaporkan kasus pertama di Eropa pada Jumat. Adapun Amerika Serikat sedang mengatur penerbangan untuk membawa warganegara dan diplomatnya kembali dari Wuhan.

Bandara di seluruh dunia juga telah meningkatkan penyaringan penumpang dari China. Meskipun, beberapa pejabat kesehatan dan pakar mempertanyakan keefektifan deteksi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement