Ahad 09 Feb 2020 11:46 WIB

Afrika Akui tak Siap Hadapi Wabah Virus Corona

Tidak ada satu pun yang punya kemampuan untuk menguji ada tidaknya corona di Afrika.

Rep: Adysha Citra R/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Afrika mengakui tak siap dengan virus corona. Tidak ada satupun yang memiliki kemampuan untuk mengetes ada tidaknya virus corona di Afrika.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Afrika mengakui tak siap dengan virus corona. Tidak ada satupun yang memiliki kemampuan untuk mengetes ada tidaknya virus corona di Afrika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasien-pasien yang baru pulang dari Cina mulai mendatangi rumah sakit Cina di Zambia dengan keluhan batuk. Akan tetapi, pasien-pasien tersebut tampak tidak mendapatkan penanganan yang seharusnya dan seorang dokter yang menangani pasien-pasien tersebut berhenti datang ke rumah sakit tanpa alasan yang diketahui.

Saat ini, keberadaan virus corona baru n-CoV memang belum terkonfirmasi ada di benua Afrika. Akan tetapi, otoritas kesehatan global menunjukkan kekhawatiran bila suatu saat virus yang menyebabkan wabah tersebut masuk ke benua Afrika. Alasannya, beberapa pekerja kesehatan di benua tersebut menyatakan bahwa mereka tidak siap untuk menghadapi wabah.

Baca Juga

Beberapa upaya pencegahan telah dilakukan oleh berbagai negara di Afrika, seperti meningkatkan pengawasan di bandara dan meningkatkan kemampuan karantina. Akan tetapi, upaya ini belum dihambat dengan terbatasnya alat pengetesan dan munculnya pasien-pasien yang menunjukkan gejala seperti flu.

"Masalahnya adalah, walaupun itu ringan, itu bisa melumpuhkan seluruh masyarakat," ungkap manajer operasi darurat di Afrika untuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) Dr Michel Yao, seperti dilansir India Today.

Kekhawatiran ini juga diungkapkan oleh seorang pekerja bernama Fundi Sinkala di Sino-Zambia Friendship Hospital, yang terletak di kota pertambangan Kitwe. Salah satu perusahaan cina yang menjalankan proses pertambangan di area tersebut memiliki kantor pusat di Wuhan, Cina, yang merupakan asal mula munculnya wabah. Diketahui ada ratusan pekerja yang melakukan perjalanan antara Zambia dan Cina dalam beberapa minggu terakhir.

Rumah sakit ini telah melakukan beberapa upaya pencegahan dan pemantauan, seperti mengecek suhu tubuh pasien dengan termometer infrared dan menyediakan area isolasi. Pekerja di rumah sakit juga menggunakan masker. Selain itu, sarung tangan, desinfektan hingga inhaler oksigen juga telah dipersiapkan.

"Kami jelas tidak siap. Bila kami menemukan dua kasus (2019-nCoV), itu akan menyebar dengan sangat cepat. Kami melakukan yang terbaik dengan apa yang kami punya," jelas Sinkala.

Sebelumnya, sumber yang tak disebutkan namanya juga menyatakan bahwa beberapa pasien China datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk serta demam. Akan tetapi, mereka tidak ditempatkan di ruang isolasi.

Beberapa pejabat kesehatan menyatakan pasien-pasien tersebut tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan perawatan khusus dan pengambilan sampel dari pasien untuk dites pun tidak dilakukan. Setelah pasien-pasien tersebut membaik, mereka diperbolehkan pulang dengan dibekali antibiotik.

Rumah sakit baru menyediakan klinik demam baru pada Rabu lalu. Pasien yang datang dengan suhu tubuh tinggi akan langsung ditempatkan di klinik tersebut.

Dua sumber lain menyatakan bahwa seorang dokter yang menangani pasien-pasien tersebut jatuh sakit. Dokter bernama Yu Jianlan tersebut tidak datang ke rumah sakit sejak satu minggu lalu. Akan tetapi, Sinkala menambahkan bahwa pihak administrasi rumah sakit tidak memberikan penjelasan terkait ketidakhadiran dokter tersebut.

Zambia merupakan satu dari 13 negara Afrika yang menjadi prioritas utama bagi WHO terkait risiko wabah virus corona 2019-nCoV. Ketigabelas negara ini menjadi prioritas utama karena memiliki aktivitas berpergian yang tinggi ke Cina.

Saat ini, tak ada satu pun pihak di Zambia yang bisa mengetes ada atau tidaknya virus 2019-nCoV pada pasien. Sebagian besar negara-negara di Afrika masih belum mendapatkan senyawa reagent yang diperlukan untuk mengonfirmasi pasien terinfeksi 2019-nCoV.

Karena tak bisa melakukan pengetesan, para dokter hanya bergantung pada gejala-gejala yang ditunjukkan oleh pasien. Namun, yang menjadi kekhawatiran terbesar rumah sakita adalah, sebagian orang yang datang justru tidak menunjukkan gejala.

Menteri Kesehatan Zambia Dr Abel Kabalo menyanggah informasi yang diberikan oleh beberapa pekerja rumah sakit tersebut. Kabalo menegaskan pemerintah tak berupaya untuk menutupi atau menyembunyikan informasi terkait 2019-nCoV kepada publik.

"Menyembunyikan informasi itu sia-sia," ungkap Kabalo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement