Rabu 12 Feb 2020 13:38 WIB

Rancangan Resolusi DK PBB Tekankan Kepentingan Palestina

Indonesia dan Tunisia mengusung rancangan resolusi DK PBB untuk Palestina.

Red: Nur Aini
Rapat dewan keamanan PBB
Foto: Kemenlu
Rapat dewan keamanan PBB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang mengkritisi proposal perdamaian Palestina-Israel yang digagas AS, masih akan dipertimbangkan oleh Palestina.

Indonesia bersama Tunisia yang mengusung rancangan resolusi tersebut, atas permintaan Palestina, menyatakan bahwa pertimbangan utama tentu berasal dari Palestina sebagai pihak yang berkepentingan langsung karena hal itu menyangkut kelangsungan hidup rakyat Palestina.

Baca Juga

“Jadi intinya pihak Palestina masih memerlukan waktu untuk konsultasi lebih jauh lagi. Ini bukan dokumen yang sudah dibahas atau di-voting atau untuk diambil keputusan,” kata Wakil Tetap RI untuk PBB di New York Dian Triansyah Djani melalui sambungan telepon, Rabu (12/2).

Dia menegaskan bahwa rancangan resolusi tersebut belum diajukan sebagai dokumen resmi DK PBB, Dubes Trian menyatakan bahwa resolusi itu menekankan pada perlunya penerapan solusi dua negara (two-state solution) yang didasari parameter internasional dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Karena itu, pembahasan menyangkut upaya perdamaian harus didasarkan pada resolusi DK PBB antara lain Resolusi 2334 dan Resolusi 242.

“(Rancangan resolusi ini) berdasarkan keinginan Palestina, karena it is their cause. Kita harus menghormati apa pun pertimbangan yang dilakukan pihak Palestina,” kata Dubes Trian.

Merujuk pada Resolusi 2334, rancangan resolusi DK PBB yang diedarkan oleh Indonesia dan Tunisia secara implisit akan menolak rencana Presiden AS Donald Trump termasuk aneksasi Israel atas permukiman di Tepi Barat, Palestina. Dalam proposal perdamaian Palestina-Israel yang diumumkan pada 28 Januari 2020, Trump menyebut Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak dapat terbagi. Sementara, Palestina akan diberi hak untuk mengelola Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya kelak.

Melalui proposal yang disebutnya sebagai “Kesepakatan Abad Ini”, Trump juga berjanji akan menggalang dana investasi internasional sebesar 50 miliar dolar AS (sekitar Rp 682 triliun) untuk membangun negara Palestina baru. Proposal Trump itu disambut baik oleh Israel, tetapi ditolak keras oleh Palestina hingga memicu demonstrasi besar di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Berbicara dalam pertemuan khusus DK PBB yang diprakarsai Indonesia dan Tunisia, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut negara yang ditandai sebagai Palestina dalam salinan peta yang dibuat AS dalam proposalnya tampak seperti potongan “keju Swiss”. Abbas mendesak Trump untuk menghapus rencana itu dan mengupayakan kembalinya negosiasi berdasarkan resolusi PBB yang menyeru pada solusi dua negara berdasarkan garis perbatasan pra-1967.

"AS tidak bisa menjadi satu-satunya mediator," katanya, menolak peran tradisional AS dalam menjadiperantara untuk mengakhiri konflik dan menyerukan konferensi internasional, demikian laporan Reuters.

Presiden Mahmoud Abbas juga mengatakan "situasi bisa meledak setiap saat. ... Kami butuh harapan. Tolong jangan mengambil harapan ini dari kami.”

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement