Kamis 16 Jan 2020 08:01 WIB

Putin Ingin Ubah Konstitusi Demi Perkuat Kekuasaan

Putin ingin memperkuat perdana menteri pilihannya setelah dia tak lagi jadi presiden.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Presiden Rusia, Vladimir Putin saat tiba di Jepang.
Foto: Junko Ozaki/Kyodo News via AP
Presiden Rusia, Vladimir Putin saat tiba di Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW --  Presiden Rusia Vladimir Putin mengusulkan perubahan konstitusi untuk mengurangi kekuasaan kepresidenan dan memperkuat kekuasaan perdana menteri, Rabu (15/1). Dia akan memilih Perdana Menteri baru setelah Dmitry Medvedev dan kabinetnya mundur.

Langkah dramatis itu dilihat sebagai persiapan untuk 2024, ketika Putin wajib meninggalkan kursi kepresidenan. Dia telah menguasai Kremlin atau perdana menteri secara terus menerus sejak 1999.

Baca Juga

Usulan tersebut pun disarankan harus dimasukkan ke dalam referendum. Dengan begitu, peraturan baru ini dinilai akan memberinya pilihan untuk mengambil peran di balik peraturan perdana menteri yang mendapatkan kewenangan lebih setelah 2024. Kemungkinan lain akan ada peran baru sebagai kepala Dewan Negara, sebuah badan resmi yang katanya ingin dibangun oleh Putin.

Putin menominasikan Mikhail Mishustin yang merupakan kepala layanan pajak yang berusia 53 tahun sebagai perdana menteri berikutnya. Mishustin sebelumnya bukan merupakan sosok yang menjadi pertimbangan. Dia akan diseleksi oleh parlemen pada Kamis (16/1).

Politisi oposisi Leonid Volkov mengatakan tampaknya Putin sedang memperbesar kekuasaannya. "Jelas bagi semua orang bahwa semuanya berjalan secara eksklusif menuju pengaturan Putin untuk memerintah seumur hidup," tulisnya di media sosial.

Sedangkan politisi oposisi lainnya, Dmitry Gudkov, mengatakan, Putin telah terpilih kembali tahun lalu untuk masa jabatan keempatnya. Dia telah memutuskan untuk mengatur kembali segala sesuatu di sekitarnya sekarang daripada menunggu hingga mendekati 2024.

"Kudeta konstitusional seperti ini terjadi dan sepenuhnya legal," tulis Gudkov.

Di bawah konstitusi saat ini, yang menetapkan maksimum dua periode berturut-turut, Putin dilarang untuk kembali menjabat sebagai pemimpin negara. Namun, para pendukungnya kesulitan membayangkan kehidupan politik Rusia tanpa dirinya.

Kepala Moscow Carnegie Center Dmitri Trenin, mengatakan Putin tampaknya bergerak untuk membatasi kekuasaan penerus presiden. Pemilihan Mishustin sebagai perdana menteri dirancang untuk mendapatkan kepemimpinan yang lebih kompeten di kabinet, yang harus fokus pada agenda domestik penting.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement