Rabu 12 Feb 2020 19:25 WIB

Soal Palestina, Rusia: Bagaimana Bisa Adil Kalau Sepihak?

Rusia menilai upaya perdamaian di Palestina harus diselesaikan secara adil.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur. Rencana Presiden AS untuk mendamaikan Palestina-Israel menuai kritik. Tawaran Donald Trump dinilai tidak adil.
Foto: AP Photo/Mahmoud Illean
Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur. Rencana Presiden AS untuk mendamaikan Palestina-Israel menuai kritik. Tawaran Donald Trump dinilai tidak adil.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Rusia mengatakan setiap upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina mustahil berhasil jika salah satu pihak tidak dilibatkan. Pernyataan itu berkaitan dengan rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Perwakilan Permanen Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengungkapkan, negaranya akan menerima rencana perdamaian apa pun yang dapat diterima Israel dan Palestina.

Baca Juga

"Tapi bagaimana jika satu pihak, Palestina, menganggap rencana itu tidak adil dan menolak menerimanya? Rencana yang menunjukkan bahwa masalah utama dari status tertinggi wilayah Palestina diselesaikan melalui konsesi sepihak. Lagi pula, bagaimana solusi yang adil bisa tercapai secara sepihak?" ujarnya dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Selasa (11/2), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Menurut dia, rencana perdamaian Timur Tengah buatan Trump, yang dikenal dengan istilah "Deal of the Century", telah menarik perhatian pada masalah Palestina.

"Kami yakin bahwa upaya terkoordinasi dari komunitas internasional diperlukan untuk mencapai penyelesaian yang adil dan permanen," kata Nebenzya.

Nebenzya menilai dalam situasi saat ini penting untuk memperkuat upaya kuartet mediator internasional, mencakup Rusia, AS, PBB, dan Uni Eropa. Karena hal itu, satu-satunya mekanisme untuk mempromosikan proses Timur Tengah yang diakui Dewan Keamanan PBB.

Dia juga menegaskan kesiapan Rusia untuk menyediakan tempat pembicaraan antara Palestina dan Israel. "Saran kami bahwa Moskow digunakan sebagai tempat untuk pembicaraan langsung antara pemimpin Palestina dan Israel tanpa syarat awal," ujarnya.

Rencana perdamaian Timur Tengah yang dirilis Trump pada 28 Januari menuai banyak kritik dan protes. Selain karena tak melibatkan Palestina dalam prosesnya, rencana perdamaian itu pun sangat memihak kepentingan politik Israel.

Dalam rencananya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan. Dengan rencana tersebut, posisi Palestina kian tersisih. Ia tak bisa lagi mengharapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan negaranya.

Teritorial yang diinginkan Palestina, yakni berdasarkan garis perbatasan 1967, juga buyar. Sebab Israel telah mencaplok sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordan. Saat berbicara di Dewan Keamanan PBB pada Selasa lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menegaskan penolakan atas rencana tersebut.

"Rencana ini mencabut hak-hak warga Palestina, hak kami untuk menentukan nasib sendiri, bebas, dan merdeka, di negara kami sendiri," kata Abbas, dikutip laman Aljazirah.

Pada kesempatan itu, Abbas pun menegaskan bahwa penolakan terhadap rencana perdamaian Trump tak hanya disuarakan negaranya. Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Uni Afrika, dan Uni Eropa juga bersikap sama seperti Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement