Senin 24 Feb 2020 07:01 WIB

Liga Arab Kecam Rencana Israel Bangun Rumah di Yerusalem

Pembangunan rumah di Yerusalem dinilai serangan terhadap hak-hak warga Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Muhammad Hafil
Liga Arab Kecam Rencana Israel Bangun Rumah di Yerusalem. Foto: Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur, Senin (22/7) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Mahmoud Illean
Liga Arab Kecam Rencana Israel Bangun Rumah di Yerusalem. Foto: Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur, Senin (22/7) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab mengutuk rencana Israel membangun ribuan unit rumah untuk warga Yahudi di Yerusalem Timur. Tindakan tersebut dianggap serangan terhadap hak-hak warga Palestina.

"Pengumuman ini datang dalam kerangka lanjutan serta eskalasi agresi Israel terhadap hak-hak dan eksistensi rakyat Palestina, dengan dorongan dan perhatian Pemerintah Amerika Serikat (AS), sejalan dengan Deal of Century (rencana perdamaian Timur Tengah yang digagas Donald Trump)," ujar Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab untuk Palestina dan Wilayah Pendudukan Arab Saeed Abu Ali pada Ahad (23/2), dilaporkan laman kantor berita Palestina, WAFA.

Baca Juga

Menurut Abu Ali, pembangunan ribuan unit rumah itu akan sepenuhnya mengisolasi Yerusalem Timur dari Tepi Barat. Selain melanggengkan sistem apartheid, Israel dituding ingin merusak kedekatan geografis Yerusalem Timur dan menghancurkan prinsip solusi dua negara dengan Palestina.

Dia mendesak masyarakat internasional untuk mengintervensi rencana Israel. Mereka pun diminta menegakkan resolusi Dewan Keamanan yang relevan, terutama Resolusi No. 2334 tahun 2016.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell juga telah mengkritik rencana Israel membangun ribuan unit rumah di Yerusalem Timur. Menurutnya tindakan tersebut mengancam prospek solusi dua negara.

"Langkah-langkah seperti itu akan memotong kedekatan geografis serta teritorial antara Yerusalem dan Betlehem, mengisolasi komunitas Palestina yang tinggal di daerah-daerah ini, dan mengancam kelayakan solusi dua negara (Israel-Palestina), dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara," kata Borrell dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Times of Israel, Ahad (23/2).

Dia menegaskan Uni Eropa tidak akan mengakui perubahan apa pun pada perbatasan Israel pra-1967. Borrell mendesak Israel mempertimbangkan kembali rencananya. Pada Kamis (20/2), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana membangun 3.000 rumah untuk penduduk Yahudi di Givat Hamatos. Sebanyak 2.200 rumah juga akan dibangun di Har Homa.

Netanyahu mengaku telah mencabut pembatasan pembangunan di Givat Hamatos serta menyetujui proyek permukiman di Har Homa. "Yerusalem sedang dibangun dan diperluas. Kami menghubungkan semua bagian dari Yerusalem yang bersatu. Saya telah menghilangkan semua batasan, dan sekarang Yerusalem sedang dibangun di bawah otoritas saya," ujar Netanyahu.

Rencana pembangunan di Givat Hamatos pertama kali diajukan pada 2012. Namun hal tersebut dikecam oleh masyarakat internasional. Sebab proyek itu memutus lingkungan Palestina di Beit Safafa dan Sharafat dari Tepi Barat.

Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement