Jumat 28 Feb 2020 15:08 WIB

Penunjukan Mahathir Jadi PM Interim Bisa Picu Masalah Baru

Pengamat menilai penunjukan Mahathir Mohamad jadi PM interim bisa picu masalah baru

Rep: Febrian Fachri/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Interim Malaysia, Mahathir Mohamad, berbicara di hadapan media, Kamis (27/2). Pengamat menilai penunjukan Mahathir Mohamad jadi PM interim bisa picu masalah baru.
Foto: AP
Perdana Menteri Interim Malaysia, Mahathir Mohamad, berbicara di hadapan media, Kamis (27/2). Pengamat menilai penunjukan Mahathir Mohamad jadi PM interim bisa picu masalah baru.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Keputusan Raja Malaysia Yang-di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah menunjuk Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri (PM) interim justru memunculkan persoalan politik baru. Pernyataan ini disampaikan pengamat politik dari Universitas Andalas Najmuddin M Rasul.

Menurut Najmuddin keputusan tersebut telah memunculkan berbagai macam spekulasi politik di Malaysia. "Keputusan Yang-di-Pertuan Agong menunjuk Mahathir sebagai PM interim itu memicu persoalan baru. Bukan tidak mungkin nanti akan muncul poros politik atau konfigurasi politik baru," kata Najmuddin kepada Republika, Jumat (28/2).

Baca Juga

Najmuddin mengemukakan empat spekulasi politik yang muncul begitu Mahathir menjadi PM interim. Pertama mengenai kewenangan PM interim boleh merombak kabinet atau tidak. Apakah ada batasan kuasa PM interim, apakah Mahathir benar-benar mau memimpin negara tanpa parsipasi pendukung, atau apakah Partai Bumi Bersatu Malaysia (PBBM) besutan Mahathir kembali berkoalisi dengan United Malays National Organisation (UMNO), Partai Aksi Demokratis (DAP), atau Pan Malaysian Islamic Party (PAS).

Kemudian jika Yang-di-Pertuan Agong tidak segera menunjuk PM baru, Najmuddin melihat dominasi Melayu dan Islam di kancah politik Malaysia akan terdegradasi. Partai-partai Melayu dan Islam seperti UMNO, Partai Keadilan Rakyat (PKR), PAS termasuk PBBM akan terancam oleh partai-partai yang berafiliasi ke ras China dan India.

Najmuddin juga menyinggung mengenai peluang pentolan PKR Anwar Ibrahim dicalonkan sebagai PM oleh koalisi Pakatan Harapan (PH). Anwar Ibrahim menurut Najmuddin perlu mencari dukungan 112 kursi parlemen. Sementara Najmuddin melihat koalisi PH tidak lagi solid. Terlebih sejak Mahathir mengundurkan diri dan tidak menepati janji memberikan kekuasaan kepada Anwar Ibrahim.

"Jika AI (Anwar Ibrahim) mencalonkan diri atau dicalonkan koalisi Pakatan Harapan (PH), maka AI mesti mencari dukungan 112 kursi di Parlemen. Pertanyaannya, partai koalisi PH masih solid?" ucap Najmuddin.

PM interim Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan Parlemen Malaysia akan mengumpulkan suara pada kandidat baru untuk Perdana Menteri pada Senin (2/3) mendatang. Jika tidak ada yang dapat memenangkan dukungan mayoritas pada pemungutan suara pekan depan, maka akan ada pemilihan cepat.

Mahathir menuturkan parlemen akan bersidang pada 2 Maret mendatang. Sidang digelar untuk menentukan siapa yang memiliki dukungan yang cukup untuk menjadi Perdana Menteri. "Jika (parlemen) gagal menemukan seseorang dengan suara mayoritas, maka kita harus melakukan pemilihan cepat," ujar Mahathir, Kamis (27/2).

Mahathir menyebut partai Bersatu kemungkinan akan mencalonkan Muhyiddin Yasin yang kini menjabat menteri dalam negeri Malaysia sebagai kandidat perdana menteri. Tiga partai dari mantan koalisinya yang berkuasa, Pakatan Harapan, mencalonkan nama Anwar Ibrahim.

Hingga kini, Mahathir setuju untuk bertindak sebagai Perdana Menteri interim setelah mengundurkan diri awal pekan ini. Hal tersebut terjadi di tengah menuver politik antara koalisinya sendiri dan juga oposisinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement