Senin 13 Apr 2020 19:00 WIB

KPAI Terima 213 Aduan Soal Pembelajaran Jarak Jauh

KPAI terima 213 aduan soal pembelajaran jarak jauh dari para orang tua dan siswa

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima 213 aduan terkait Pembelajaran Jarak Jauh (PPJ). Metode belajar tersebut diterapkan untuk menekan dan mencegah penyebaran virus corona (Covid-19), serta mendukung penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah.

"KPAI sudah menerima pengaduan terkait PJJ sebanyak 213 kasus, dimana pengaduan didominasi oleh para siswa sendiri terkait berbagai penugasan guru yang dinilai berat dan menguras energi serta kuota internet," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam keterangan di Jakarta, Senin (13/4).

Baca Juga

Retno mengatakan, ratusan kasus itu dihimpun mulai Senin (16/3) sampai Kamis (9/4) lalu atau tiga pekan setelah kebijakan itu berlangsung. Dia mengungkapkan bahwa pengadukan itu berasal dari para siswa di berbagai daerah di Indonesia.

Retno menjelaskan, ada lima jenis pengaduan bidang pendidikan yakni penugasan yang berat dengan waktu pengerjaan yang pendek. Dia mengatakan, hal ini menjadi pengaduan tertinggi.

Retno mengungkapkan, hampir 70 persen pengadu menyampaikan beratnya penugasan-penugasan yang diberikan setiap hari oleh para guru. Lanjut dia, siswa SMA/SMK banyak yang ditugaskan menulis esai hampir di semua bidang studi.

"Ada siswa SMP yang pada hari kedua PJJ sudah mengerjakan 250 soal dari gurunya. Ada  siswa SD di Bekasi yang diminta mengarang lagu tentang corona. Dinyanyikan disertai musik dan dan harus di videokan," katanya.

Retno melanjutkan, siswa juga mengaku banyak tugas merangkum bab dan menyalin soal di buku. Dia mengatakan, tidak sedikit siswa yang mengaku mendapat tugas menjawab soal tetapi harus dituliskan soalnya padahal ada di buku cetak mereka.

Siswa, Retno mengungkapkan, juga mengeluhkan kaku nya jam belajar layaknya jam sekolah normal. Dia melanjutkan, siswa mengeluh tidak memiliki kuota dalam pembelajaran daring terutama yang kepala keluarganya merupakan pekerja upah harian.

Retno mengatakan, siswa dengan masalah seperti ini kerap kewalahan dalam membeli kuota internet karena penghasilan orang tua mereka menurun drastis. Dia melanjutkan, seorang guru di Jogjakarta juga menceritakan bahwa pembelajaran daring hanya bisa dilakukan pada pekan pertama dan setelah itu sudah tak bisa lagi karena orangtua peserta didiknya tidak sanggup lagi memberli kuota internet.

Retno mengatakan, sebagian siswa juga kerap mengeluh karena mereka tidak memiliki laptop atau komputer. Dia mengatakan, hal itu membuat mereka kesulitan melaksanakan ujian daring yang akan dilaksanakan pada akhir April-Mei 2020 nanti.

Lebih lanjut, KPAI juga mencatat masih ada aktivitas siswa dan guru di sekolah meskipun ada kebijakan pemerintah. Retno mengatakan, ada tiga sekolah SD Swasta di DKI Jakarta, kota Bekasi dan Palangkaraya yang belum menerapkan kebijakan belajar jarak jauh.

"Pada minggu kedua KPAI menerima pengaduan ada SD swasta di kabupaten Bogor meliburkan sekolah tetapi tetap melayani les/privat di sekolah," katanya.

Aduan lain adalah penolakan membayar biaya SPP bulanan secara penuh mengingat siswa belajar dari rumah bersama orangtua mereka. Retno mengungkapkan, banyak orangtua mengalami masalah ekonomi usai perpanjangan masa belajar dan bekerja dari rumah.

"Bahkan, orangtuanya yang pengusaha pun turut terpukul secara ekonomi sehingga memiliki masalah finansial,"katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement