Saat Corona Merombak Tradisi Ramadhan Berusia Ratusan Tahun

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 21 Apr 2020 16:54 WIB

Saat Corona Merombak Tradisi Ramadhan Berusia Ratusan Tahun. Sejumlah umat Muslim saat melaksanakan sholat tarawih di Masjid Jami Al-Makmur, Cikini, Jakarta. Foto: Republika/Putra M. Akbar Saat Corona Merombak Tradisi Ramadhan Berusia Ratusan Tahun. Sejumlah umat Muslim saat melaksanakan sholat tarawih di Masjid Jami Al-Makmur, Cikini, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Di dunia Muslim, bulan puasa Ramadhan yang dimulai minggu ini tidak akan sama seperti yang biasanya dalam ingatan. Pandemi Covid-19 mengubah ritual dan ritme tradisi, serta praktik berabad-abad yang lalu.

Otoritas agama Mesir telah melarang adanya meja amal. Selama beberapa generasi, kagiatan ini telah menawarkan makanan gratis saat matahari terbenam di sudut-sudut jalan dan di samping masjid, untuk mereka yang berbuka puasa.

Baca Juga

Mufti agung Arab Saudi telah mengatakan ibadah selama Ramadhan, termasuk sholat tarawih yang biasanya diadakan di masjid-masjid dan dipenuhi dengan jamaah. Perayaan Idul Fitri di akhir bulan puasa pun harus diadakan di rumah.

Presiden Iran Hassan Rouhani praktis meminta maaf ketika dia meminta warga Iran tidak mengunjungi tempat suci selama Ramadhan atau berpartisipasi dalam pertemuan buka puasa, dan mengadakan makan malam yang meriah. "Di bulan suci Ramadhan, kami tidak akan melakukan kegiatan seperti biasa, contohnya buka puasa bersama. Kuil suci dan masjid, akan ditutup selama dua minggu lagi sambil menunggu pertemuan baru," kata Rouhani dikutip di Washington Post, Selasa (21/4).

Tetapi para ulama yang mengklaim adanya kebenaran di beberapa tempat, menentang larangan resmi pemerintah. Di Pakistan, pemerintah memutuskan, kelompok beranggotakan lima orang atau kurang dapat menghadiri sholat berjamaah di masjid-masjid.

Pasukan keamanan dikerahkan untuk membubarkan beberapa pertemuan agama besar, dan memicu bentrokan antara jamaah dan polisi. Lembaga keagamaan negara tersebut didorong melawan pembatasan, dengan sekelompok 50 ulama terkemuka mengeluarkan peringatan kepada pemerintah pekan lalu, untuk memudahkan mereka dan menghentikan penangkapan.

photo
Umat Islam menyambut Ramadhan dengan shalat berjamaah di Masjid. Masyarakat Dunia Islam saat ini dituntut menguasai Bahasa Inggris bila ingin mempromosikan dan memperkaya dunia dengan nilai-nilai Islami. - (AA/WORLD BULETIN)

Sabtu (18/4) lalu, pemerintah lantas menyerah dan menghapus batas kehadiran masjid. "Orang-orang ingin melihat para pemimpin politik dan agama mereka di halaman yang sama dan konflik apa pun akan kontraproduktif," kata Presiden Arif Alvi kepada wartawan.

Dari Mesir ke Malaysia dan seterusnya, Covid-18 telah membayangi 1,8 miliar Muslim di dunia, saat mereka bersiap untuk bulan paling suci tahun ini. Di banyak negara, pihak berwenang telah memberlakukan penguncian yang komprehensif, memberlakukan jam malam, dan memerintahkan larangan bepergian. Selain itu mereka juga menangguhkan sementara sholat di masjid dan melarang adanya pertemuan keagamaan.

Langkah-langkah ketat, dikombinasikan dengan penutupan perbatasan dan bandara, telah memukul orang miskin dengan keras. Angka pengangguran dan harga pangan melonjak saat Ramadhan dimulai.

Selama akhir pekan, otoritas agama Mesir mendesak agar zakat diberikan kepada orang miskin sebelum Ramadhan dimulai, karena pengambilan zakat tradisional akan dilarang.