Rabu 29 Apr 2020 10:14 WIB

AS Tanggapi Deklarasi Pemerintahan Kelompok Separatis Yaman

AS minta pihak berkonflik di Yaman kembali bernegosiasi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
 Reruntuhan sisa perang di Kota Sana
Foto: EPA-EFE/Yahya Arhab
Reruntuhan sisa perang di Kota Sana

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan, Washington prihatin terhadap Southern Transitional Council (STC) atau kelompok separatis yang mendeklarasikan pemerintahan di selatan Yaman, Selasa (28/4). Dia memperingatkan tindakan seperti itu mengancam upaya untuk menghidupkan kembali perundingan antara pemerintah Yaman dan Houthi.

"Tindakan sepihak semacam itu hanya memperburuk ketidakstabilan di Yaman," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Pompeo menyatakan, tindakan tersebut tidak membantu ketika Yaman justru berhadapan dengan ancaman penyebaran virus corona. Kondisi itu juga akan mempersulit upaya Utusan Khusus PBB untuk menghidupkan kembali negosiasi politik antara pemerintah dan Houthi.

Koalisi yang dipimpin Saudi telah mengumumkan gencatan senjata sepihak yang didorong oleh permintaan PBB untuk fokus pada pandemi virus corona. Houthi belum menerima penawaran tersebut dan kekerasan terus berlanjut.

Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional memperingatkan konsekuensi bencana setelah STC mengumumkan aturan darurat di wilayah selatan termasuk Aden, pada akhir pekan lalu. "Kami menyerukan STC dan pemerintah Republik Yaman untuk kembali terlibat dalam proses politik yang disediakan berdasarkan Perjanjian Riyadh," kata Pompeo.

Pada awal pekan ini, koalisi Saudi yang terlibat di Yaman mendesak STC untuk membatalkan langkahnya. Keputusan itu hanya membuat tindakan menjadi lebih berbahaya pada saat semua pihak harus fokus menghadapi virus corona.

Yaman menghadapi kekerasan yang menewaskan lebih dari 100.000 orang sejak Maret 2015. Ada kebuntuan militer selama bertahun-tahun dan Houthi memegang sebagian besar pusat kota.

Yaman telah melaporkan hanya satu kasus Covid-19 yang dikonfirmasi, tetapi kelompok-kelompok bantuan mengkhawatirkan masih banyak kasus yang tidak terdeteksi. Kekhawatiran itu mempertimbangkan penyebaran di antara populasi yang kekurangan gizi dengan sistem kesehatan telah hancur. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement