Senin 04 May 2020 10:09 WIB
Makkah

Geger Banten: Kepulangan Murid Syekh Nawawi dari Makkah

Kepulangan Murid Syekh Nawawi dari Makkah

Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888 yang digerakan para haji dan kiai juga terpengaruh kepada kepercayaan terhadap datangnya Ratu Adil.
Foto: historia.com
Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888 yang digerakan para haji dan kiai juga terpengaruh kepada kepercayaan terhadap datangnya Ratu Adil.

REPUBLIKA.CO.ID, --Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Tulisan berikuat ini adalah karya Prof DR Buya Hamka, ulama dan penulis terkemuka. Salah satu karya monumentalnya adalah Tafsir Alquran, yakni Tasfir Al Azhar yang ditulisnya selama pada masa penjara pada masa kekuasaan Presiden Soekarno di awal tahun 1960-an hingga usai meletusnya G30 S PKI.

Salah satu buku yang monumental adalah buku  “Dari Perbendaharaan Lama”. Buku ini  berisi kumpulan tulisan Buya Hamka di Majalah Abadi antara tahun  1955 sampai 1960. Buku ini tentang berkisah tentang sejarah Islam di Nusantara.

 

Salah satu kisah buku ini adalah soal 'Geger Banten' atau dikenal sebagai Pemberontakan Petani Banten tahun 1888. Tulisan ini berkisah tentang pengaruh KH Syekh Nawawi Al Batani al Jawi  beserta nmuridnya H Wasit yang kala itu baru pulang dari Makkah. Tulisanya begini:

Pada pangkal kedua dari abad kesembilan belas, terkenallah di negeri Mekkah seorang Ulama basar. Beliau ialah salah seorang Guru Besar dalam Mazhab Syafi'i. Murid beliau beratus-ratus datang setiap tahun mengambil pelajaran Agama Islam dari beliau, terutama dari Jawa Barat, yaitu tanah Bantam, Cirebon dan Sunda. Dan ada juga muridnya dari tanah Melayu dari Minangkabau, dari Ternate dan lain-lain. Banyak beliau menulis buku pelajaran Islam, terutama dalam bahasa

Arab, sehingga terkenallah nama beliau sampai ke Mesir, Syam, Turki dan Hindustan. Pernah beliau diundang ke Mesir disambut oleh para ulama Mesir dengan sambutan yang mulia.

Nama beliau ialah Syekh Nawawi Al Bantani Al Jawiy.

Anak-anak Bantam (Banten, red) sendiri jika belajar ke Mekkah, beliaulah yang didapati. Karena beliau pun mengajar dalam bahasa Sunda. Dan bila telah mendapat ijazah dari beliau, pulanglah mereka ke Bantam, lalu mengajar pula, mendirikan pondok dan madrasah. Sehingga walaupun telah lama Kerajaan Bantam dihapuskan Belanda, dan negeri Bantam seakan-akan dipisahkan dari daerah yang lain, namun pertahanan dan kekayaan jiwa penduduk Bantam, masih terpelihara. Yaitu Agama Islam.

Di Lebak Kelapa, kecamatan Pulau Merak, terdapatlah desa Cilegon.

Doktrin Pemberontakan Petani Banten 1888 - Historia

Di sanalah salah seorang murid Syekh Nawawi Bantam yang baru pulang dari Mekkah itu mengajar pula. Kian lama kian ramai pondoknya didatangi santri dari mana-mana. Pelajaran yang beliau berikan lebih banyak ditekankan kepada TAUHID!

Adat istiadat dan kebiasaan lama, pengaruh animisme dan kehinduan hendaklah segera dibersihkan. Tempat menyembah dan mengabdi, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta' ala. Jangan sampai membesarkan makhluk yang lain, sehingga membuat pelajaran Tauhid jadi kabur. Nama guru yang masyhur dan besar itu ialah Haji Wasit.

Ketiga ilmu yang sangat perlu bagi seorang pemimpin agama matang pada dirinya. Pertama Ilmu Kalam, kedua Ilmu Fiqhi, ketiga Ilmu Tasauf. Oleh sebab itu dia disegani dan dicintai. Kawan- kawannya yang sama pulang dari Mekkah, memandang Kiyahi Haji Wasit sebagai "pimpinan pusat" bagi gerakan mereka, menebarkan Agama Islam di bumi Bantam. Di antaranya ialah Haji Abdurrahman, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qashir, Haji 'Akib dan Haji lsmail.

Pada tahun 1883 gunung Krakatau meletus. Bukan main dahsyatnya malapetaka yang menimpa ummat, baik di Bantam ataupun di Lampung. Pada tahun 1885 datang pula malapetaka lain, yang tidak kurang hebatnya, yaitu penyakit menular menimpa sapi dan kerbau. Beribu-ribu sapi dan kerbau yang mati, bergelimpangan kena penyakit wabah hebat itu. Dan kematian sapi dan kerbau ini meliputi sebagian besar tanah Indonesia, sehingga di dalam catatan sejarah orang Makassar, tahun 1885 itu disebut tahun "matina tedonge”.

Pemerintah Kolonial Belanda bertindak cepat. Tetapi tindakan yang cepat tidak didahului dengan penerangan yang jelas, sehingga menimbulkan salah terima rakyat. Yaitu di mana-mana dijalankan penembakan kerbau. Walaupun kerbau atau sapi yang sehat ditembaki juga. Sehingga di Bantam ada yang memelihara kerbau berpuluh ekor, datang serdadu Belanda, tidak ba tidak bu, kerbau-kerbau itu ditembaki. Dan rakyat tidak dapat berbuat apa-apa. Karena kalau dia melawan atau nenghalangi, maka moncong bedil akan dihadapkan pula kepada mereka.

"Tuan-tuan Haji" di Bantam itu berusaha juga memberikan penerangan kepada rakyat, supaya sabar memikul cobaan Ilahi. Kalau perlu adakanlah "ratib tolak bala", adakan ratib membaca tahlil dan lakukan dengan mengadakan demonstrasi pada setiap kampung, untuk menolak bala itu. Dan tidak ada tempat memohon pertolongan, melainkan kepada Allah!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement