Jumat 09 Oct 2020 11:41 WIB

Formappi: Pasal di UU Ciptaker Berpotensi Diutak-atik

Substansi pasal belum bisa dikiritisi jika draf UU belum final.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Pekerja beraktivitas di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, Selasa (6/10). Sejumlah serikat buruh melakukan aksi mogok kerja nasional yang berlangsung tanggal 6-8 Oktober 2020 sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja yang dinilai akan berdampak pada lingkungan dan pekerja. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja beraktivitas di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, Selasa (6/10). Sejumlah serikat buruh melakukan aksi mogok kerja nasional yang berlangsung tanggal 6-8 Oktober 2020 sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja yang dinilai akan berdampak pada lingkungan dan pekerja. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Peneliti Forum Masyarapat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mempertanyakan draf Undang-Undang Cipta Kerja yang rupanya belum tuntas. Meski, RUU-nya telah disahkan dalam rapat paripurna pada Senin (5/10) lalu, tetapi UU tersebut belum tuntas.

Menurutnya, hal ini akan menimbulkan kecurigaan terhadap substansi yang ada di dalam UU Cipta Kerja. Meskipun Badan Legislasi (Baleg) DPR mengeklaim bahwa penyempurnaan hanya dilakukan pada perbaikan salah kata dan tanda baca.

"Ada ruang bagi terjadinya utak-atik pasal sesuai selera penguasa ataupun elit parpol besar kemungkinan terjadi," ujar Lucius, Jumat (9/10).

Ia mengatakan, kondisi pengesahan RUU dengan draf yang belum final memunculkan adanya cacat prosedur dalam pengesahan. Apalagi, Formappi menilai selama pembahasannya RUU Ciptaker tak transparan dan tidak menampung aspirasi banyak pihak.

"Cacat prosedur terkait draf ini mungkin akan melengkapi berbagai cacat prosedur lain yang sudah disampaikan publik sejak perencanaan RUU Cipta Kerja ini," ujar Lucius.

Dengan begitu, wajar jika banyak kelompok masyarakat yang kecewa dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Di samping kontroversi mengenai isinya, draf yang beredar di masyarakat juga belum sempurna, sehingga tak bisa dikritisi substansinya.

"Kalau demikian klaim DPR dan pemerintah sudah melibatkan publik itu hanya tipu-tipu saja karena sesungguhnya apa yang dibahas pun belum tentu merupakan bagian dari naskah RUU sesungguhnya," ujar Lucius.

Dalam beberapa hari terakhir, beredar draft RUU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna pada Senin (5/10). Namun, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan bahwa draft yang beredar belum bersifat final.

"Bukan (draf final RUU Cipta Kerja), apalagi versinya beda-beda," ujar Baidowi saat dikonfirmasi, Kamis (8/10).

Terkait belum diterimanya draf final RUU Cipta Kerja oleh anggota DPR, ia menyebut hal tersebut sudah sesuai dengan tata tertib. Sebab kata Baidowi, hanya ada dua hal yang wajib dibagikan saat rapat paripurna.

"Satu, pidato pimpinan DPR pembukaan dan penutupan masa sidang, Pasal 253 ayat 5. Dua, bahan rapat kerja dengan pemerintah dan pakar, pasal 286," ujar Baidowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement