Selasa 10 Nov 2020 07:49 WIB

Ilmuwan Masih Hati-Hati dengan Vaksin BioNTech-Pfizer

Vaksin Covid-19 BioNTEch-Pfizer dikabarkan 90 persen efektif mencegah sakit parah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Reiny Dwinanda
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 di pasar.BioNTech dan Pfizer pada Senin (27/7) memulai uji klinis terakhir atau tahap III untuk calon vaksinnya guna mengetahui khasiat anti virus tersebut.
Foto: EPA
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 di pasar.BioNTech dan Pfizer pada Senin (27/7) memulai uji klinis terakhir atau tahap III untuk calon vaksinnya guna mengetahui khasiat anti virus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Ilmuwan mengatakan, hasil uji coba vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan Jerman BioNTech dan perusahaan Amerika Serikat (AS) Pfizer melebihi ekspektasi soal perlindungan terhadap penyakit baru tersebut. Di lain sisi, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

"Hal ini mendorong semangat, tapi benar-benar hasil yang paling awal," kata pakar virus dan peneliti vaksin dari Mayo Clinic, Gregory Poland, Selasa (10/11).

Baca Juga

Mayo Clinic merupakan pusat penelitian medis paling terkenal di Amerika. BioNTech dan Pfizer mengatakan, vaksin ini 90 persen efektif mencegah 94 orang sukarelawan pertama terinfeksi Covid-19.

Studi yang melibatkan 44 ribu sukarelawan itu awalnya dirancang demi kepentingan penerbitan analisis sementara pertama tentang apakah vaksin itu berhasil setelah 32 peserta mengembangkan Covid-19. Berdasarkan diskusi dengan regulator di AS, perusahaan akhirnya mengubah rencana studi dengan memakai data dari 94 partisipan terinfeksi Covid-19.

"Hal ini memberikan kita lebih banyak kekuatan dan rasa percaya diri, ketika angkanya dinaikkan jadi tiga kali lipat dan ada perbedaan besar di antaranya, tampaknya ini hampir nyata," kata profesor mikrobiologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College, New York, John Moore.

Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab seputar vaksin ini. Seperti apakah vaksin dapat mencegah komplikasi atau penyakit yang sudah parah, berapa lama vaksin melindungi penerimanya dari Covid-19, dan seberapa baik kerjanya terhadap orang lanjut usia.

Pfizer dan BioNTech mengatakan, data keamanan belum dapat tersedia pada bulan ini. Kedua perusahaan itu juga belum merilis data mereka untuk ditinjau ilmuwan lain, salah satu langkah untuk menentukan hasil penelitian.

Uji coba yang melibatkan 44 ribu sukarelawan ini awalnya dirancang untuk menganalisis apakah vaksin bekerja terhadap 32 orang yang mengalami gejala Covid-19. Wakil presiden pengembangan dan penelitian klinis vaksin Pfizer Dr. William Gruber mengatakan, rencana penelitian berubah setelah rapat dengan regulator AS.

Mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil data dari 94 orang. Laporan yang diumumkan Pfizer dan BioNTech nantinya akan berdasarkan penelitian yang dirancang untuk menunjukkan vaksin efektif setelah 164 orang jatuh sakit.

Pfizer mengatakan, informasi itu kemungkinan tersedia pada pekan pertama atau kedua bulan Desember. Saat itu, kelompok peninjau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menilai hasil penelitian dan memutuskan apakah vaksin dapat diberikan ke masyarakat luas.

Gruber mengatakan, ia belum merinci berapa banyak dari 94 orang itu adalah orang kulit hitam dan keturunan Latin, dua kelompok masyarakat yang paling terdampak pandemi di Amerika. Ia juga tidak tahu berapa banyak orang lanjut usia yang sakit selama proses uji coba. Orang lanjut usia dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah rentan mengalami gejala parah Covid-19.

Sejauh ini, tidak satu pun dari 94 orang relawan yang berhasil dicegah terinfeksi virus corona mengalami gejala parah. Gruber mengatakan, awalnya FDA meminta data awal memasukan informasi lima orang dengan gejala parah, tapi mereka kemudian melonggarkan syarat tersebut.

"Jika vaksin mengurangi gejala parah dan kematian dan dengan demikian membuat masyarakat secara keseluruhan kembali menjalani kehidupan normal, maka vaksin harus efektif bagi orang lanjut usia," kata profesor imunologi dan penyakit menular Edinburgh University, Eleanor Riley.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement